Kontroversi Pemindahan Komodo Flores ke Bali
Oleh Frans Anggal
Kalau Menhut MS Kaban ke Mabar sekarang, mungkin ia diludahi. Masyarakat sedang marah. Melalui SK-nya, Kaban mengizinkan pemindahan 5 pasang atau 10 ekor komodo dari Wae Wuul ke Taman Safari Indonesia di Bali. Tujuannya: pemurnian genetik.
"Yang perlu dimurnikan adalah otak Menhut.” Begitu komentar warga Mabar, Riberti M Nohos, dari Labuan Bajo melalui SMS 29 Juli 2009. Komentar geram kaum awam. Tapi, nyambung juga dengan pendapat ahli.
“Apa maksud dari pemurnian genetik? Semua komodo yang ada di dunia masih murni. Komodo tidak pernah disilangkan dengan makhluk apa pun di dunia." Itu kata M Syamsul Arifin Zein (Kompas.com Rabu 29 Juli 2009). Ia salah satu anggota Tim Peneliti Kajian DNA Molekuler Komodo dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Jadi, pemurnian genetik komodo itu ngawur. Menhut sembarangan. Kalau omongnya pakai otak, otaknya perlu dimurnikan. Tepat, celoteh warga Mabar. Yang perlu dimurnikan bukan genetik komodo, tapi otak Menhut.
Dari penjelasannya kemudian, tampaknya yang dimaksudkan Menhut bukanlah pemurnian genetik, tapi peningkatan diversitas genetika dalam penangkaran atau di kebun binatang dengan menambah sampel komodo baru. Kalau begitu maksudnya, tetap saja ada soal. Kenapa harus dari Wae Wuul?
Di Wae Wuul populasinya tinggal 17 ekor, versi Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT. Yang lain bilang sisa 10-12 ekor, versi Komodo Survival Program/KSP). Kalau 10 ekor dipindahkan, apa yang tersisa? Ini merugikan Mabar, Flores, NTT.
Menurut sang ahli, perbaikan keragaman genetika sebagai dasar penangkaran yang baik tidak harus selalu menggunakan satwa dari habitat asli. Lebih bijaksana menggunakan komodo dari kebun binatang yang telah berhasil. Di Ragunan Jakarta ada 44 ekor, Gembira Loka Yogyakarta 11 ekor, Surabaya 26 ekor. “Populasi komodo dalam penangkaran ini cukup mewakili secara genetis dan merupakan sumber yang baik untuk program penangkaran komodo."
Tapi, Menhut punya alasan lain lagi. Populasi. Komodo Wae Wuul perlu dipindahkan ‘sementara’ ke tempat lain agar tidak punah seperti harimau jawa dan harimau bali. Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Dephut Darori menambahkan, selama pemindahan, pemda diminta menata ulang kawasan habitat yang gersang itu. Nanti, setelah itu, komodo generasi kedua ‘akan’ dikembalikan ke situ.
Kapan kembalinya, tidak jelas. Tergantung, terpenuhi atau tidaknya persyaratan. Kalau pemda tidak menata ulang Wae Wuul, komodonya tidak bakal dipulangkan. Bisa juga terjadi, meski sudah ditata ulang, tetap saja kawasan itu dinilai belum layak, sehingga komodonya tetap di Bali. Kemungkinan terburuk: Wae Wuul tidak bisa ditata ulang karena satu dan lain hal, misalnya menjadi atau dekat wilayah tambang. Maka, selamanya, komodo-komodo itu tidak kembali.
Menyedihkan. Wae Wuul, tanggung jawab Dephut melalui BBKSDA NTT. Dephut terlantarkan habitat ini. Ketika populasi komodo terancam punah, yang mereka lakukan bukan menata habitat asli ini tapi membawa keluar komodo. Sedangkan penataan habitatnya mereka todong ke pemkab, dengan ancaman: generasi kedua komodo bisa dipulangkan kalau habitatnya sudah ditata ulang.
Ini tidak bertanggung jawab. Menhut mau cari enaknya saja.
“Bentara” FLORES POS, Jumat 31 Juli 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar