Kontroversi Penangkapan 5 Pasang Komodo
Oleh Frans Anggal
Menhut M S Kaban bikin kesal Flores, NTT. Ia keluarkan surat yang izinkan penangkapan lima pasang komodo dari dua kawasan konservasi alam. Dari Wae Wuul, Kabupaten Manggarai Barat, dan Riung, Kabupaten Ngada. Binatang langka ini akan dipindahkan ke Taman Safari Denpasar, Bali. Kata menhut, untuk mencegah kepunahan genetik.
Kebijakan ini patut dipertanyakan. Kalau untuk menghindari kepunahan, mengapa tidak di Wae Wuul dan Riung saja? Ini habitat asli. Habitat asli merupakan lingkungan terbaik. Pemurnian genetik, pengembangbiakan, membutuhkan lingkungan terbaik. Tak ada yang sebaik habitat asli.
Menjadi pertanyakan kita: mengapa tidak di Wae Wuul dan Riung saja? Koq komodo-komodo itu mau direnggut paksa dari habitat aslinya, diangkut paksa, lalu dijeblos paksa ke sebuah habitat tiruan di Bali. Benarkah ini melulu untuk memurnikan genetik dan menghindari kepunahan? Ataukah bertujuan ganda dan mungkin utama: untuk memperkaya koleksi taman safari sehingga semakin ramai dikunjungi dan akhirnya semakin menguntungkan?
Secara bisnis, untungnya jelas. Apalagi kalau pengembangbiakannya sukses. Burung kecil langka saja mahal. Apalagi kadal raksasa purba. Ratusan juta rupiah sudah pasti. Untung besar bukan?
Nah, ketika Taman Safari Denpasar menikmati semua keuntungan itu, apanya untuk Wae Wuul dan Manggarai Barat? Apanya untuk Riung dan Ngada? Apanya untuk Flores? Tidak ada! Nanti, komodo Wae Wuul di Wae Wuul dan komodo Riung di Riung tinggal nama. Musnah. Yang ada hanyalah komodo Wae Wuul di Bali. Komodo Riung di Bali. Bali selaku pusat pariwisata akan semakin ramai dikunjungi. Wae Wuul dan Riung dilupakan. Tak perlu lagi ke sana. Buat apa? Komodonya sudah pindah ke Bali! Bali untung, Flores buntung.
Jangankan nanti, sekarang saja sudah begitu. Wisatawan datang dengan kapal pesiar dari Bali, langsung ke Taman Nasional Komodo, lalu balik lagi ke Bali. Mereka ogah singgahi Labuan Bajo. Bali makan duitnya, Manggarai Barat makan bangganya. Ke Labuan Bajo mereka ogah, apalagi ke Wae Wuul ketika komodonya sudah tiada.
Patut dapat diduga, dampak surat menhut tidak seluhur tujuan tersuratnya. Sangat mungkin surat ini dijadikan pintu masuk ‘bisnis jahat’ kapitalisme global. Tentang kemungkinan seperti ini, ada sebuah ilustrasi.
Tahun 1998, bagaikan film horor, sebuah cerita mencuat dari Brisbane, Australia. Sumbernya, Lyndon Osmond-Parker, arkeolog Australia yang selama setahun meluangkan waktu di Museum Sejarah Alam di London, Inggris. Penelitian Osmond-Parker membuktikan, sebanyak 3.000 sampai 6.000 jasad orang Aborigin disimpan di Inggris dan berbagai negeri Eropa, sebagai koleksi! "Di museum itu sendiri tersimpan lebih dari 160 jasad orang Aborigin," kata Osmond-Parker.
Dari mana jasad itu diperoleh? "Sebagian besar ditembak, lalu dijual dengan harga paling murah 30," kata Les Malezer, Manajer Foundation for Aboriginal and Islander Research Action. Jasad itu lalu diterbangkan untuk menjadi koleksi pribadi di Inggris, Jerman, Belanda, dan Italia.
Manusia saja bisa diperdagangkan, dijadikan koleksi. Apalagi binatang. Nanti, ketika di Wae Wuul dan Riung sudah musnah, komodo hanya dapat disaksikan di Bali, Eropa, Amerika. Ini petaka. Sudah dimulai. Surat menhut itu.
“Bentara” FLORES POS, Jumat 24 Juli 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar