17 Januari 2010

Kasihan Hanura Manggarai

Menyoal Kriteria Pilkada 2010

Oleh Frans Anggal

Pasangan Christian Rotok dan Deno Kamilus (Credo) mendapat juklak dan juknis dari Partai Hanura untuk diusung dalam pilkada Manggarai 2010. Padahal, pasangan incumbent ini tidak berencana lamar ke Hanura karena dipastikan, Hanura Manggarai mengusung paket lain. Kendati demikian, Credo akan manfaatkan peluang ini. Demikian warta Flores Pos Rabu 13 Januari 2010.

Juklak dan juknis itu langsung dari DPP pusat, tidak dari atau melalui DPC Manggarai. Ini janggal. Sekaligus menunjukkan, Credo berkenan di mata DPP, tapi tidak di mata DPC. Mau berkenan bagaimana, DPC pasang kriteria sedemikian rupa sehingga menutup pintu bagi Credo.

Apa kriteria itu? ”Yang harus diusung, putra asli Manggarai,” kata Priani Mbaut, Ketua Bapilu. ”Hal ini sudah dipertimbangkan secara matang dengan mempertimbangkan aspek politik, budaya, sosiologi, dan sebagainya.”

Bagi Credo, kriteria ini kriteria ’maut’. Sebab, Chris Rotok keturunan Manggarai Timur. Kita tidak harus dukung Rotok atau Credo untuk tandaskan kriteria ini sesat. Sebab, yang tersingkir olehnya bukan hanya Rotok dan Credo, tapi juga dan terutama rasionalitas demokrasi, rasionalitas pluralisme, rasionalitas multikulturalisme. Dengan kriteria ’putra asli’, Hanura Manggarai mundur ke zaman batu. Tidak siap berkiprah sebagai partai modern. Kasihan!

Mari berandai-andai. Dalam hidup menggereja, sekadar analogi. Kalau harus ’putra asli’, Mgr Gabriel Manek SVD (alm) tidak akan pernah jadi uskup di Flores, karena dia putra Timor keturunan Tionghoa. Atas cara yang sama, Mgr Donatus Djagom tidak akan pernah jadi Uskup Agung Ende, karena dia kelahiran Manggarai. Mgr Petrus Turang tidak akan jadi Uskup Agung Kupang, karena dia asal Manado. Mgr Silvester San tidak akan jadi Uskup Denpasar karena dia orang Flores berdarah Tionghoa.

Dalam hidup bernegara. Kalau Partai Demokrat di Amerika Serikat gunakan kriteria ’putra asli’, Barack Obama tidak akan dicalonkan sebagai kandidat presiden. Kalau rakyat Amerika ngotot dengan kriteria itu, Obama tidak akan keluar sebagai pemenang. Sebab, dia keturunan Afrika, bukan Amerika totok. Yang diandaikan ini tidak terjadi. Kenapa? Amerika sudah tinggalkan kriteria picik ’putra asli’. Kemenangan Obama adalah kemenangan demokrasi, kemenangan pluralisme, kemenangan multikulturalisme.

Kriteria Hanura Manggarai sangat jauh dari kiblat demokrasi moderen, di dalamnya Amerika tampil sebagai kampiun. Sebaliknya, sangat dekat dengan rasialisme ala Nazi Jerman, di dalamnya Hitler muncul sebagai pembunuh. Demi kemurnian ras Aria yang menurutnya ’asli Jerman’ dan paling unggul sedunia, Hitler membasmi semua yang ’tidak asli’, terutama keturunan Yahudi. Peristiwa ini dikenal sebagai holocaust, ’bencana’, tapi sebenarnya kejahatan luar biasa, sistemik, dan sistematis terhadap kemanusiaan.

Yang dilakukan Hanura Manggarai tidak sekeji itu, tentu. Tapi ada yang sama, pada tataran persepsi. Persepsi pengkotak-kotakan. Diskriminasi. Stereotip. Juga demonisasi atau penjelek-jelekan. ”Dia bukan putra asli Manggarai, tidak pantas pimpin Manggarai. Masa kita orang asli dipimpin pendatang,” dst. Yang dilihat bukan kewargaan, tapi keturunan. Cara melihatnya ’Hitler banget’.

Kita berharap parpol di Manggarai tidak ikut-ikutan latah. Lihatlah kewargaan seseorang, bukan keturunannya. Lihatlah dalam bingkai NKRI: Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan ’NKRI’: Negara Kesatuan Rasialis Indonesia. Cukup Hitler yang rasialis. Cukup Hitler yang dikotomikan ’asli’ dan ’pendatang’. Hanura Manggarai bukan Nazi, bukan? Ketua Bapilu-nya bukan Hitler, bukan?

“Bentara” FLORES POS, Sabtu 16 Januari 2010

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Pa Frans, saya sangat terkesan dengan pandangan anda. Kiblat anda dalam menulis sangat universalis. Wacana seputar pilkada Manggarai yang dinilai sebagian pihak harus terwakili putra daerah sangat meluberkan hakikat ZAMAN BATU-NYA MANGGARAI. Demi rasionalitas demokrasi anda paling tidak menahan gempuran kekolotan pihak yang dimaksud dengan tulisan kecil yang mewakili pandangan dunia dan pandangan ilmu politik sejati. Terima Kasih, Mahasiswa Jogja_Sixtus.