Ketika Kasek Disuruh "Push Up"
Oleh Frans Anggal
Para murid dan guru dari empat sekolah SD hingga SMA serta tokoh masyarakat berdemo ke Kantor Camat Wolowae, Kabupaten Nagekeo, Selasa 19 Januari 2010. Mereka minta klarifikasi Camat Dominikus Bhoke tentang tindakan camat dan babinsa terhadap Kepala SDK Wolowajo Matias Misa.
Seperti diwartakan Flores Pos Rabu 20 Januari 2010, kasek bersama masyarakat lainnya ’dibina’. Mereka dinilai tidak tertib memelihara ternak. Mereka disuruh pompa dada (push up), berdiri dengan satu kaki, dan dilatih baris-berbaris. Perlakuan ini tidak diterima oleh para guru. Mereka kerahkan murid, rame-rame demo ke kantor camat.
Apa yang salah dari tindakan camat? Secara hukum, tindakannya dapat dianggap sebagai perbuatan tidak menyenangkan. Secara moral, tindakannya dapat dianggap sebagai perbuatan melanggar etika kepatutan. Apa pun itu, penilaian kita terfokus pada tindakan konkret. Di sana ada tujuan dan cara mencapai tujuan.
Tujuan tindakan camat itu baik. Menertibkan ternak. Ternak tidak mungkin tertib kalau pemiliknya tidak tertib. Maka, pemiliknya perlu tertibkan atau dibina. Terutama, yang kedapatan atau ketahuan lengah atau lalai. Salah satunya, si kasek. Mereka disuruh pompa dada, berdiri satu kaki, dan baris-berbaris.
Tujannya baik, namun caranya tidak relevan. Kaitan langsungnya dengan masalah ternak tidak ada. Apakah kalau pemilik ternak itu pompa dada, berdiri satu kaki, baris-berbaris, maka ternak mereka jadi ’sadar’ dan tidak lagi berkeliaran? Hanya ada dua cara tertibkan ternak: diikat atau dikandangkan. Tanpa itu, ternak akan tetap berkeliaran, meskipun pemiliknya pompa dada, berdiri satu kaki, dan baris-berbaris dari pagi sampai sore.
Kenapa cara tak relevan ini justru dipilih camat? Kita patut dapat menduga, rupanya karena ada babinsa di sana. Bintara pembina desa. Karena babinsa itu tentara, bisa dimengerti, pembinaannya khas tentara pula: pompa dada, berdiri satu kaki, baris-berbaris. Asumsinya: di dalam tubuh sehat terdapat jiwa sehat. Kalau tubuh tertib maka otak dan hati pun tertib. Tapi sejarah bercerita lain. Orang Indonesia baris-berbaris sejak TK. Hasilnya? Otak dan hatinya tetap tidak tertib. Korupsi menjamur dari pusat sampai daerah.
Rupanya Camat Wolowae ikut terperangkap dalam asumsi ini. Supaya pemilik ternak sadar, ia gunakan gaya militer. Hasilnya apa? Demo! Kenapa? Masyarakat sudah cerdas. Juga sudah traumatik dengan cara-cara militeristik. Selain itu, camat langgar pakem prosedur. Camat main ’tembak langsung’. Padahal, kasek PNS itu punya instansi kedinasan. Ia juga punya pimpinan langsung. Kenapa main ’tembak langsung’ dan tidak ’melalui’ atasan langsung si kasek? Kenapa tidak melalui kakancam PPO, misalnya? Kalaupun atribut kedinasannya ditanggalkan, si kasek masih punya ketua RT, ketua RW, kades atau lurah. Kenapa tidak melalui mereka?
Mudah-mudahan demo ini bisa menyadarkan camat. Bahwa, penertiban atau pembinaan yang benar adalah dengan pewajiban dan pemastian bahwa semua ternak diikat atau dikandangkan. Idealnya sih ada perda. Kalau belum, urun rembuk desa atau kecamatan diperlukan. Koordinasi, sosialisasi, kontrol, dan sanksi perlu disepakati. Dalam koordinasi misalnya, apa yang bisa dilakukan oleh ketua RT tidak perlu dirampas oleh camat.
Mudah-mudahan demo ini juga menyadarkan para guru. Tujuan mereka bagus: minta klarifikasi camat. Tapi, kenapa mereka kerahkan para murid? Murid diperalat oleh guru. Ini tidak dapat dibenarkan. Ini tidak boleh terulang.
“Bentara” FLORES POS, Kamis 21 Januari 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar