05 September 2010

Toleransi Hidup Bermajemuk

Pemuda Kotlik Amankan Sholat Ied

Oleh Frans Anggal

Polres Sikka menggelar pasukan Operasi Ketupat Turangga, Kamis 2 September 2010. Tujuannya, mengamankan Idul Fitri 2010. Selain libatkan personel Pol PP, polres gandeng Pemuda Katolik dan pemuda agama lain. Para pemuda akan ikut amankan Sholat Ied (Flores Pos Jumat 3 September 2010).

Pemuda Katolik amankan Sholat Ied. Remaja Masjid amankan Misa Natal. Itu di Flores. Beberapa tahun lalu, fotografer Agus Ranu dari Majalah HIDUP terkagum-kagum pada sebuah panorama di kota Ende. Hari itu, saat fajar menyingsing, ia sudah siaga di Lapangan Perse. Ia ingin abadikan Sholat Ied. Sholat belum dimulai, ia sudah terpana.

Di ruas jalan menurun, di sisi selatan Katedral, kaum wanita berbalut busana dan jilbab serba-putih berlangkah menuju lokasi sholat. Mata Agus menangkap paduan indah. Katedral yang tegak diam dan masif, seakan mengawal langkah para muslimat. Tangan patung Kristus Raja yang membentang, seolah mempersilakan mereka menuju tempat Allah disembah. Klik!

Foto ini merupakan salah satu kenangan terindah Agus tentang Ende. Di dalamnya, Ende dibisukan dan dibekukan. Namun, justru karena pembisuan dan pembekuan itu, imajinasi orang akan sangat hidup. Sebab, tidak hanya mengikutsertakan, fotografi menuntut pembacanya terlibat. Momen yang cuma sepenggal itu hanya bisa lengkap melalui keterlibatan pembaca.

Seandainya Agus ke Flores lagi pada Idul Fitri kali ini, mungkin ia memilih Maumere. Ia ingin kagumi keindahan lain. Yang lebih dari sekadar simbolik. Kali ini, yang mengawal langkah para muslimin-muslimat bukan lagi bangunan yang tegak diam dan masif, tapi para pemuda lintas agama. Yang membentang dan mempersilakan hamba Allah menuju sejadah bukan lagi tangan sebuah patung, tapi tangan para generasi masa depan.

Ini pantas diabadikan. Tidak hanya dalam fotografi, tapi juga dan terutama dalam sanubari. Inilah contoh keindahan toleransi dalam maknanya lebih tinggi. Tidak hanya ‘membiarkan’, tapi ‘menghormati’ orang beragama dan berkeyakinan lain beribadah. Kalau toleransi hanya ‘membiarkan’, untuk apa para pemuda ikut menjaga keamanan? Itu tugas polisi. Mereka ikut, itu pertanda mereka mengakui, menghargai, dan memelihara kemajemukan.

Itu sebuah masa depan, yang sebenarnya telah berakar lama di masa lampau. Ketika kita dirikan Indonesia, kesepakatan rasional pertama kita bagi kehidupan sosial adalah menerima kemajemukan. Fakta kemajemukan inilah yang melahirkan Sumpah Pemuda, Pancasila, dan UUD 1945.

Atas dasar itu, segala upaya meniadakan perbedaan, apa pun alasannya, salah secara logis dan berbahaya secara sosiologis. Perbedaan merupakan alasan fundamental ke-Indonesia-an. Di satu sisi, kita berbeda-beda, tapi satu. Di sisi lain---ini yang makin ‘dilupakan’---kita satu, tapi berbeda-beda. Perbedaan harus tetap diingatkan.

Kita bangga, para pemuda lintas agama turut “mengamankan” Sholat Ied. Momen ini pantas diabadikan. Tidak cukup dalam fotografi. Perlu juga dan terutama dalam sanubari. Bahwa: toleransi merupakan keindahan, sekaligus keutamaan tertinggi hidup bermajemuk.

“Bentara” FLORES POS, Sabtu 4 September 2010

Tidak ada komentar: