Kasus Tambang di Manggarai Barat
Oleh Frans Anggal
Uskup Ruteng Mgr Hubertus Leteng menagih janji GUSTI---akronim bagi bupati-wabup Mabar 2010-2015 Agus Ch Dula dan Maxi Gasa. Dalam khotbah misa syukur di Tentang-Kuwus, Senin 20 September 2010, uskup sampaikan pesan. Antara lain, tolak tambang dan amankan lingkungan hidup (Flores Pos Kamis 23 September 2010).
Isi pesan uskup sama dengan isi janji politik GUSTI. Pesan itu kembalikan memori masyarakat pada janji GUSTI. Maka, pesan itu dianggap sebagai tagih janji. Satu yang sukar terlupakan: tolak tambang. Kenyataannya?
Tak lama setelah semua kemeriahan syukuran pelantikan berlalu, masyarakat dihadapkan pada dua fakta. Pertama, forum Geram Flores-Lembata mulai bergerak lagi, mendesak penuntasan segera kasus ekplorasi tambang emas Tebedo dan Batu Gosok. Sudah setahun, kasus ini belum ada tersangkanya. Polres Mabar begitu tidak jelas dan aneh.
Kedua, sementara penyidikan kasus ini belum tuntas, muncul ‘calon’ kasus baru. Beredar kabar, alat berat sudah masuk Rewas dan Metang Waning di Kecamatan Kuwus. Sebentar lagi eksplorasi tambang mangan segera jalan. Ini terjadi pada saat GUSTI mulai berkarya. Di mana semua janji kampanyenya?
Tampak, gejala ini hendak ‘ingatkan’ masyarakat. Kampanye ya kampanye. Janji ya janji. Tolak tambang, cabut izin pertambangan, hanyalah strategi pemasaran politik. Marketing tidak terbats pada lembaga bisnis, kata pakar ilmu marketing dunia Philip Kotler (1969). Politik juga kenal itu. Bagaimana memasarkan kandidat kepada masyarakat.
Salah satu kiatnya: publisititas. Bagaimana populerkan kandidat. Ada empat cara. Pertama, pure publicity: populerkan diri lewat kegiatan masyarakat dengan seting sosial apa adanya. Kedua, free ride publicity: manfaatkan akses atau tunggangi pihak lain guna populerkan diri. Ketiga, paid publicity: beli rubrik atau program di media massa. Keempat, tie-in publicity: manfaatkan kejadian luar biasa. Saat bencana, kandidat citrakan diri punya kepedulian sosial sehingga dapat simpati masyarakat.
Rerkesan, GUSTI gunakan tie-in publicity dalam ‘kejadian luar biasa’ kontroversi pertambangan. Gereja Keuskupan Ruteng tegas menolak tambang ketika pemkab tergila-gila pada kemilau emas. Heboh terbesar dua tahun terakhir adalah ekplorasi tambang emas di Tebedo dan Batu Gosok. Izin ekplorasi diberikan Bupati Fidelis Pranda, yang pada pemilukada maju lagi sebagai cabup, bersaing ketat dengan Wabup Agus Ch Dula.
Dampak kasus ini---terutama karena tercitra ‘melawan’ sikap Gereja---Fidelis Pranda kehilangan simpati. Sebaliknya, Agus Ch Dula dengan GUSTI-nya. Ia renggut dukungan ketika dalam kampanye nyatakan sikap tolak tambang. Media publikasikan secara luas. Marketing politiknya sukses. Pemopuleran dirinya kena. Motonya pun pas: “GUSTI Hadir Membawa Perubahan”.
Semua itu masih segar dalam ingatan publik, eh alat berat eksplorasi tambang mangan mulai masuk Rewas dan Metang Waning. Apa arti janji kampanye GUSTI? Mungkin hanya marketing politik, minus moralitas. Semacam oportunisme moral. Mengail di air keruh. Bahkan, lebih buruk: memperkeruh air keruh agar semakin mudah mengail suara rakyat.
Mudah-mudahan tidak begitu. Tapi kita khawatir, jangan-jangan begitu. Semoga, isu GUSTI didanai investor tambang hanya sekadar manuver lawan politik. Tapi kalau benar, ini bencana. GUSTI sedang gali kuburnya sendiri.
“Bentara” FLORES POS, Sabtu 25 September 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar