Tolak Tambang Didukung Banyak Pihak
Oleh Frans Anggal
Bupati-wabup paling fenomenal di NTT saat ini, GUSTI. Bupati-wabup Manggarai Barat. Agustinus Ch Dula dan Maximus Gasa. Pada kampanye pemilukada, GUSTI ucapkan tolak tambang. Menang. Hari-hari pertama memimpin, diragukan. Benarkah GUSTI tolak tambang? Ataukah tolak tambang hanya kecap kampanye?
Keraguan mencuat, karena GUSTI tidak segera teguhkan sikap. Padahal, janji politik kampanye selalu menuntut dua hal. Pertama, konfirmasi, lewat ucapan. Kedua, aplikasi, lewat tindakan. Kalau ber-ucap saja ragu, bagaimana mungkin ber-tindak teguh. Lalaikan ucapan, inilah yang terjadi pasca-pelantikan.
Pada syukuran pelantikan di Tentang-Kuwus, Senin 20 September 2010, GUSTI tak ucapkan (lagi) tolak tambang. Padahal, dalam khotbah misa syukuran itu, Uskup Ruteng Mgr Hubertus Leteng ‘tagih’ janjinya. Pada sidang paripurna DPRD di Labuan Bajo, 29 Septembar s.d. 1 Oktober 2010, GUSTI pun tidak ucapkan (lagi) tolak tambang. Padahal, fraksi-fraksi menuntut sikap tegasnya.
Dua momen terlewatkan, tanpa ucapan tolak tambang. Maka, keraguan terhadap GUSTI menggumpal. Kian pekat, karena terbetik berita: alat berat eksplorasi tambang mangan mulai masuk Rewas dan Metang Waning. Yang lain bilang, bukan untuk tambang, tapi untuk buka isolasi kampung. Sulit dipercaya. Sebab, tambang pun butuh jalan raya. Ini kamuflase.
Di saat itu, kredibilitas GUSTI mulai melorot. Dicap oportunistis, tidak tepat janji, berbohong. Kata-kata ‘kudus’ dialamatkan ke duet ini. Koleksi ‘kebun binatang’ tersebar via telepon, SMS, email, milis, dan face book. GUSTI pun mulai terancam: hanya akan miliki legalitas, tanpa legitimasi. Ini awal dari akhir setiap kekuasaan.
Syukurlah, GUSTI terselamatkan. Tidak oleh siapa-siapa, tapi oleh dirinya sendiri. Sabtu 2 Oktober 2010, sehari setelah rapat paripurna tanpa ucapan tolak tambang, GUSTI langsung lakukan tindakan tolak tambang. GUSTI keluarkan surat penghentian aktivitas tambang. Tanpa terkonfirmasi lewat ucapan, tolak tambang langsung teraplikasi lewat tindakan.
Betul-betul fenomenal! GUSTI-lah satu-satunya bupati-wabup di Flores, di NTT, mungkin juga di Indonesia, yang ambil sikap tolak tambang. Penyikapannya pun melewati grafik ups-down-ups. Tegas ber-ucap tolak tambang saat kampanye, lalu tak ber-ucap lagi setelah dilantik, untuk kemudian langsung ber-tindak dalam seratus hari kepemimpinan.
Boleh jadi, GUSTI sengaja pilih cara ini. Tapi, buat apa? Grafik ups-down-ups hanya cocok untuk mempermainkan emosi publik. Bikin publik penasaran. Ini cara teater. Dalam realpolitic, cara seperti ini berisiko. Berharap untung, bisa buntung. Berharap publik gemas, bisa bikin diri cemas.
Secara rasional, ini bukan pilihan GUSTI. Jadi? Patut dapat diduga, ini dampak dari birokrasi yang belum dibersihkan. Sebagian (besar?) staf GUSTI saat ini ‘manusia lama’, para loyalis (mantan) bupati dukung tambang. Boleh jadi, ada permainan internal, disetir tangan tak kelihatan, guna anjlokkan kredibilitas GUSTI. Kekuatan lama tidak menghilang. Ia cuma memudar.
Maka, sudah saatnya “kabinet” dibersihkan. Soal dukungan, GUSTI sudah punya, dan banyak! Tolak tambang didukung DPRD. Didukung Gereja. Didukung berbagai elemen civil society seperti JPIC SVD, JPIC OFM, Geram, Forum Lintas Agama, Forum Pariwisata, Walhi, kelompok cendekiawan, media massa, dll. Jadi, takut bikin apa! Maju terus!
“Bentara” FLORES POS, Selasa 12 Oktober 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar