Rasul Awam d Haribaan Gereja
Oleh Frans Anggal
Sekolah Tinggi Pastoral Atma Reksa (STIPAR) Ende mewisuda 161 sarjana agama Katolik, Jumat 1 Oktober 2010. Mereka calon fungsionaris pastoral Gereja lokal yang siap membantu tugas perutusan di tengah umat Katolik, kata Ketua STIPAR Romo Domi Nong Pr (Flores Pos Sabtu 2 Oktober 2010).
Berbeda dengan PT umumnya, sekolah tinggi pastoral dan sejenis selalu menggelar dua ritus, menandai berakhirnya jenjang pendidikan. Ritus pertama, ritus akademia: wisuda. Ritus kedua, ritus liturgia: misa perutusan.
Dengan wisuda, mereka jadi sarjana. Dengan misa perutusan, mereka jadi misionaris. Misionaris awam, misionaris tak tertahbis, untuk membedakannya---bukan memisahkannya!---dari misonaris tertahbis, imam. Sebab, yang tertahbis, yang tak tertahbis, sama-sama misionaris, karena sama-sama telah dibaptis.
Dengan pembatisan, tak ada dan tak boleh ada pengkelasan. Tak ada Katolik kelas satu dan Katolik kelas dua. Kalau toh ‘harus’ dikelaskan---karena kecenderungan sosial stratifikasi---maka semuanya kelas satu. Imam (clerus) dan awam (laicus) sama-sama Katolik kelas satu.
Kenyataannya, masih banyak awam merasa diri kelas dua. Inferioritas religi ini berangkat dari pencitraan sesat berabad-abad yang mengotomatiskan awam penuh hasrat ‘daging’, sedangan imam penuh hasrat ‘roh’. Daging dambakan kedosaan. Roh hasratkan kekudusan.
Dengan inkarnasi, pencitraan ini semestinya tak boleh ada. Dengan inkarnasi, Sabda telah menjadi daging. Tidak sekadar untuk jadi daging. Sabda menjadi daging agar daging menjadi Sabda. Menjadi Roh. Menjadi kudus. Dengan inkarnasi, daging dikuduskan. Dengan pembabtisan, daging terkuduskan diutus menguduskan yang lain.
Banyak awam kurang menyadari ini. Mereka merasa tugasnya tugas profran, tugas yang penuh rintangan besar di jalan kekudusan. Louis Evely dalam bukunya That Man Is You (Kaulah Orangnya) mengingatkan: itu keliru besar! Awam masih buta terhadap tugasnya sendiri. Tugas yang sesungguhnya luhur.
“Kita tak sadar bahwa hidup kita tidak lagi merupakan sesuatu yang profan sejak kita dibabtis,” kata Evely. Sejak kita dibabtis, hidup kita telah menjadi suatu ibadat, suatu liturgi, suatu kebaktian, suatu kerasulan. Yang menjadi persoalan, bukanlah macamnya tugas yang kita miliki, melainkan kesadaran kita bahwa kita benar-benar mempunyai suatu tugas.
Pesan ini kita titipkan pada diri 161 lulusan STIPAR. Dengan diwisuda, mereka jadi sarjana. Dengan diutus, mereka jadi misionaris, rasul. “Mereka merupakan misionaris awam, pemimpin agama, dan pelayan umat Katolik yang diutus ke seluruh panjuru Tanah Air,” kata Vikjen Keuskupan Agung Ende Pater Josep Seran SVD dalam sambutannya.
Diwisuda dan diutus. Menjadi sarjana dan rasul. Keduanya utuh tak terpisahkan. Sarjana-rasul dan rasul-sarjana. Sarjana yang rasuli dan rasul yang sujana. Jelas, mereka bukan Katolik kelas dua. Bukan misionaris kelas dua. Bukan rasul kelas dua.
Pergilah! Kalian telah diutus. Jangan takut! Ia akan mendahului kamu ke Galilea (Matius 28:7). Percayalah! Kalian akan lakukan perbuatan-perbuatan yang lebih besar daripada yang Ia lakukan (Matius 24:25).
“Bentara” FLORES POS, Senin 4 Oktober 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar