Peresmian Grand Wisata Hotel di Ende
Oleh Frans Anggal
Grand Wisata Hotel, Ende, resmi beroperasi setelah diresmikan Kamis 7 Januari 2010. Peresmian ditandai dengan pengguntingan pita oleh Bupati Don Bosco M Wangge. Lalu, pencurahan berkat oleh Uskup Agung Ende Mgr Vincentius Sensi Potokota.
Banyak apresiasi, harapan, dan tekad disampaikan pada kesempatan itu, sebagaimana diwartakan Flores Pos Sabtu 9 Januari 2010. Apresiasi dan harapan dikemukakan oleh bupati dan uskup. Sedangkan tekad dilontarkan oleh pemilik hotel, Dionisius A Siu Go. Salah satu tekadnya adalah mendukung program pengembangan pangan lokal yang digaungkan pemerintah.
”Manajemen hotel bersedia bekerja sama dengan berbagai pihak untuk selalu menyiapkan menu pangan lokal. Juga akan dikembangkan produk-produk khas Ende dari pangan lokal, seperti keripik pisang, ubi, dan lainnya, yang dapat dipasarkan di minimarket Grand Wisata Hotel,” kata A Siu.
Yang dikatakan A Siu ini masih bersifat ”akan”. Pada peresmian hotel bintang tiga ini, menu pangan lokal sendiri belum menonjol, untuk tidak mengatakan belum kelihatan. Sentuhan lokal ke-ende-lio-an hanya mencuat pada dekorasi ruangan, busana pelayan, dan lagu dendangan Golgota Voice. Seandainya pangan lokal turut disuguhkan dalam jenis, tampilan, dan citarasa laik hotel saat itu, ke-ende-lio-an tentu akan terasa semakin kental.
Tapi, tak apalah. ”Mulanya biasa saja,” seperti kata lagu Pance F Pondaag, dengan harapan: pangan lokal ”akhirnya datang jua”, suatu ketika, nanti. Dan itu bisa, kenapa tidak. Sudah ada buktinya koq. Bukti itu ditunjukkan bukan oleh siapa-siapa, tapi oleh bupati sendiri bersama ibu, di rumah jabatan, saat open house Natal 2009 dan Tahun Baru 2010. Dari jenis, tampilan, dan citarasanya, menu pangan lokal yang disajikan saat itu sungguh mengagumkan.
Tersaji, antara lain, emping jagung. Ternyata bisa ya, emping dari jagung. Selama ini, biasanya, emping itu dari melinjo, dan seolah-olah ’harus’ dari melinjo, sehingga kalau bukan dari melinjo bukan emping namanya. Ini salah kaprah. Dan salah kaprah ini sudah dikoreksi di rumah jabatan bupati. Emping jagung ternyata setara nikmatnya dengan emping melinjo.
Sajian lain, dodol rumput laut. Ini pruduk dinas perikanan. Bentuk, warna, kemasan, dan empuknya mirip dodol Garut yang terkenal itu. Rasanya pun tidak kalah nikmatnya. Kandungan gizinya tak usah diragukan. Demikian pula dengan stik dari jagung, yang mematahkan salah kaprah seolah-olah stik hanya ’boleh’ dari gandum (terigu). Belum lagi sajian pencuci mulut: es krim dari keladi.
Singkat cerita, open house di rumah jabatan bupati saat itu merupakan bukti tak terbantahkan bahwa pangan lokal adalah pangan terhormat. Pengelolaan yang kreatif dan inovatif terbukti mampu menyejajarkan pangan lokal dengan pangan pabrikan, bahkan dengan pangan imporan. Maka, kenapa tidak, pangan lokal bisa masuk minimarket Grand Wisata Hotel. Pangan lokal layak menempati meja hidangan tamu eksekutif. Dijamin, akan diminati tamu mancanegara. Sebab, selain karena jenis, tampilan, dan citarasanya pantas, pangan lokal kita adalah pangan organik.
Rumah jabatan bupati sudah tunjukkan bukti. Grand Wisata Hotel sudah lontarkan janji. Sebuah awal yang bagus. Terbayangkan di sini, satu kemungkinan kerja sama antara hotel dan berbagai pihak. Pemkab melalui dinas terkait dan PKK kabupaten bisa mainkan peran lebih terbuka. Kepengurusan PKK, misalnya, tidak harus hanya barisan istri pejabat. Banyak ibu bukan istri pejabat yang justru lebih terampil, kreatif, dan inovatif. Untuk mengelola pangan lokal, mereka perlu dirangkul, dilibatkan, dan ditampilkan. Profisiat!
“Bentara” FLORES POS, Senin 11 Januari 2010
1 komentar:
Pangan Lokal merupakan sebuah identitas sekaligus ciri khas dari daerah kabupaten ende....bukan lagi sebuah wacana tapi sudah menjadi realita bahwa generasi saat ini sudah terkontaminasi dengan makanan siap saji...komentar ini sesungguhnya sebagai bentuk reflektip terhadap keprihatinan degradasi posisi tawarnya pangal lokal sebagai identitas kebanggaan masyarakat kabupaten ende. dengan demikian dukungan bapak dan semua pemerhati pangan lokal tetap kami harapkan untuk mengangkat eksistensi pangan lokal ende-lio ke permukaan.
Manajer pangan lokal ende
Jacobus Mbira
Posting Komentar