Konsistensi Gereja Keuskupan Ruteng
Oleh Frans Anggal
Musyawarah pastoral (muspas) Kevikepan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, bersepakat menolak tambang terbuka. Pernyataan sikap dibacakan pada misa yang dipimpin Uskup Ruteng Mgr Hubertus Leteng,. Ditujukan kepada bupati Manggarai Timur. Pertama, hentikan pemberian segala izin pertambangan, baik eksplorasi maupun eskploitasi. Kedua, cabut kembali semua izin yang telah diberikan (Flores Pos Sabtu 19 Juni 2010).
Sikap Uskup Hubert jelas tegas. “Pernyataan sikap ini harus segera ditindaklanjuti,” tandasnya. Ia konsisten dengan sikapnya sendiri. Moto tahbisannya mengukuhkan komitmennya menegakkan keutuhan ciptaan, khususnya pelestarian lingkungan hidup.
Omnes vos fratres estis. Kamu semua adalah saudara. “Bersaudara tidak khusus pada manusia, tapi juga pada seluruh ciptaan,” katanya pada audiensi dengan Pemred Flores Pos di Ruteng, Sabtu 17 April 2010. Rusaknya persaudaraan, baik antar-sesama maupun dengan lingkungan hidup, merupakan keprihatinannya. Terlebih kalau itu diakibatkan oleh politik kekuasaan. Karena itu, ia tegaskan: ”Saya tidak akan mundur. Saya akan terus menyuarakannya.”
Seperti sang uskup, muspas Kevikepan Borong juga konsisten. Tidak hanya karena sejalan dengan sikap uskup, tapi juga karena sikapnya sesuai dengan sikap sidang pastoral tingkat Keuskupan Ruteng pada Paska 2009, setahun sebelum Uskup Hubert ditahbiskan.
Tapi, tetap ada pertanyaan mengganjal. Kenapa hal yang sudah disikapi jelas tegas oleh sidang pastoral di tingkat keuskupan 2009 mesti disikap-ulangi oleh muspas tingkat kevikepan 2010? Jangan-jangan karena selama setahun ini amanat sidang pastoral belum sungguh-sungguh ditaati.
Tampaknya, Romo Edy Manori Pr ‘mencium’ gejala ini sehingga bersuara keras via SMS 8 Mei 2010. Menurutnya, secara organisasi, keputusan sidang pastoral itu keputusan tertinggi. Keputusan ini mengikat seluruh warga gereja. Keputusan sidang pastoral Paska 2009 dengan tegas menolak tambang di wilayah Keuskupan Ruteng (Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur). Keputusan ini menjadi dasar hukum bagi para imam, dewan paroki, dan umat dalam mensosialisasikan tolak tambang.
Termasuk di dalamnya, tidak mendukung pemerintah yang semena-mena hadirkan tambang. Siapa pun pengambil kebijakan yang mendukung hadirnya tambang harus ditolak dan dilawan. Karena itu, para imam dan dewan paroki tidak perlu ragu mensosialisasikan sikap gereja ini dari mimbar gereja demi menyelamatkan lingkungan hidup dan pertanian di wilayah Keuskupan Ruteng.
Khusus untuk para imam, Romo Edy bersuara lebih keras. “Para imam yang diam dan tidak mematuhi keputusan sidang pastoral dan malah sebaliknya mendukung tambang adalah pengkhianat. Mereka itu ibarat Yudas dalam komunitas para murid perdana, yang demi 30 keping perak rela menjual Yesus.”
Gejala yang ‘dicium’ Romo Edy rupanya benar. Pada muspas Kevikepan Borong, kesepakatan dan pernyataan sikap tolak tambang ternyata harus melewati proses panjang, pro kontra, dan tarik ulur. Artinya apa? Keputusan sidang pastoral yang merupakan keputusan tertinggi dan semestinya mengikat, terbukti belum sungguh-sungguh mengikat.seluruh warga gereja.
Untuk Keuskupan Ruteng, tolak tambang sudah final. Karena itu, muspas kevikepan tidak perlu lagi bikin keputusan yang sama atau yang baru. Saatnya kini adalah aksi nyata di lapangan. Karena itu, tanggapan Uskup Hubert sangat tepat mengena sasaran: segera tindak lanjuti!
“Bentara” FLORES POS, Senin 21 Juni 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar