Proyek Layanan Internet Kecamatan
Oleh Frans Anggal
Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Povinsi NTT tidak tahu tentang kehadiran Proyek Layanan Internet Kecamatan (PLIK) di Provinsi NTT. Kehadiran program nasional dari Kementerian Komunikasi dan Informatika ini tidak dikoordinasikan dengan daerah. "Kami tidak mengetahui kecamatan mana saja yang mendapat program PLIK di NTT," kata Kadis Kominfo NTT Richard Djami di Kupang, Rabu 25 Mei 2011 (Flores Pos Kamis 26 Mei 2011).
Tidak hanya PLIK yang begitu, kata Richard Djami. Ada program nasional lain dari Kementerian Kominfo yang juga tidak dikoordinasi dengan daerah. Program Desa Berdering. Ini program penyediaan akses telepon pada 31 ribu desa di Indonesia. Pihaknya tidak tahu desa mana saja di NTT yang jadi sasaran program ini.
Desa Berdering itu program tahun anggaran 2009. Sedangkan PLIK program tahun anggaran 2010, yang realisasinya 2011. Sumber dananya APBN. Pusat tidak libatkan daerah. Hanya libatkan pihak ketiga.
Tentang PLIK, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring pernah berkata, PLIK dapat menghilangkan kesenjangan digital, baik antara masyarakat pedesaan dan perkotaaan maupun antara pusat dan daerah. "Tidak ada lagi masyarakat di pedesaan khususnya generasi muda yakni para siswa yang tidak mengenal internet, sehingga ini akan menghapus kesenjangan digital," katanya saat meresmikan PLIK di Sleman, Yogyakarta, 26 Maret 2011 (www.antaranews.com)
Harapan luhur itu akan terpenuhi kalau program ini berjalan lancar. Justru di sinilah masalahnya. PLIK macet. Kendalanya pada perangkat dan layanan koneksi internet. Di Kecamatan Ende Tengah, Maukaro, dan Kota Baru di Kabupaten Ende, misalnya. "Fasilitas internetnya tidak berfungsi dengan baik," kata Edi, seorang fasilitator.
Kalau sudah begini, larinya ke mana? Ke diskominfo daerah? Apa kata diskominfo daerah? Pemprov, pemkab, dan pemkot boleh jadi akan bilang seperti ucapan Kadis Richard Djami. "Kami sangat mendukung dan mensyukuri program (PLIK) itu dilaksanakan. Namun, disayangkan, kehadirannya tanpa koordinasi. Maka bila ada masalah, kami tidak bertanggung jawab."
Artinya, tunggu pusat turun tangan langsung? PLIK sediakan akses jaringan internet pada 5.748 desa yang jadi ibu kota kecamatan di seluruh Indonesia. Desa-desa itu dibagi dalam 11 zona paket. Nah, pusat mau urus langsung ke lima ribuan kecamatan itu? Seberapa kuat dia? Seberapa lama pula bisa bertahan?
Sudah pasti akan ada masalah. Pengadaan PLIK gampang. Jaminan keberlanjutannya, itulah yang sulit. Pertama, bagaimana pusat bisa mengontrol secara efektif dan efisien kalau daerah tidak dilibatkan. Kedua, bagaimana program ini tetap berjalan kalau subsidi pusat dihentikan.
Pada program Desa Berdering, sudah banyak desa yang tidak berdering lagi. Kendalanya pada biaya operasional. Demikian pula (nanti) dengan PLIK. Selain biaya operasional, pengawsan jadi soal. Kontrol yang tidak jelas akan membuka peluang pembisnisan. Coba cek. Di Ende, konon, warnetnya milik anggota DPRD. Ini bagaimana? Siapa mengontrol siapa?
Keadaan ini tidak boleh berlarut. Pemprov perlu segera mengirim surat protes, kritik, dan saran ke pusat. Jangan hanya berhenti dengan mengatakan tidak mau bertanggung jawab. Itu tidak benar. Lokus program ini adalah kecamatan, milik daerah. Fokus program ini adalah masyarakat, penghuni daerah. Maka, jangan cuci tangan. Jangan jadi Pilatus.
”Bentara” FLORES POS, Jumat 27 Mei 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar