11 Mei 2011

Sikka: Dari Coremap, Lalu?

Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Oleh Frans Anggal

Desa Permaan, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka, sukses dengan rumput laut. Setahun terakhir, desa pesisir ini pasarkan 1.200 ton rumput laut ke Surabaya, senilai Rp9,6 miliar, dengan harga Rp8.000 per kg. Permaan satu dari 44 desa binaan program Coral Reef Mapping (Coremap), program pelestarian terumbu karang (Flores Pos Senin 9 Mei 2011).

Coremap masuk Sikka pada 2004. Didanai APBN dan APBD. Pada tahap pertama, Coremap I, desa binaannya hanya enam. Pada tahap kedua, Coremap II, jumlahnya meningkat menjadi 34 desa. Saat ini sudah mencapai 44 desa. Artinya 27,5% dari total 160 desa/kelurahan di Kabupaten Sikka merupakan desa binaan Coremap.

Bukan hanya jumlah desa binaan yang bertambah. Hasil dari desa binaan juga meningkat. Pada 2007, Kabupaten Sikka hasilkan 819 ton rumput laut. Itu jumlah kumulatif dari satu kabupaten. Empat tahun kemudian, 2011, jumlah ini kalah jauh dari jumlah yang dihasilan hanya oleh satu desa, Desa Permaan, yang memproduksi 1.200 ton.

Bukan hanya hasilnya yang bertambah. Nilai penjualannya juga meningkat. Tahun 2006 harga rumput laut Rp5.000 per kg. Tahun 2007 naik menjadi Rp7.000. Tahun 2011 naik lagi menjadi Rp8.000. Produksi meningkat dengan harga jual meningkat telah membawa dampak penyejahteraan masyarakat.

Di Desa Permaan, sebelum 2006, hanya satu dua anak yang bisa melanjut ke pendidikan tinggi. Tahun 2011 tercatat sudah 40 anak. Mereka kuliah di berbagai perguran tinggi di Indonesia. "Pembiyaan untuk kelanjutan pendidikan ini dari hasil produksi rumput laut," kata Kades Saeda Ahmad.

Naik haji. Kini tiap tahun dua orang dari Desa Permaan. "Jumlahnya sebenarnya jauh lebih banyak, tapi karena adanya pembatasan kuota maka tiap tahun hanya ada jatah dua orang," kata kades.

Siapakah mereka yang sukses ini? Sebelum Coremap masuk, mereka adalah nelayan. Mereka biasa gunakan bahan peledak untuk tangkap ikan. Akibatnya, terumbu karang (coral reef) rusak. Melalui Coremap, mereka disadarkan. Secara bertahap mereka tinggalkan kebiasaan mengebom. Perlahan mereka beralih profesi menjadi petani rumput laut.

Sukses Coremap di Sikka, dengan demikian, adalah sukses menyelamatkan terumbu karang dan sukses menyejahterakan masyarakat pesisir. Berkat sukses ini dan kualitas rumput lautnya, Sikka dibabtis oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI menjadi laboratorium rumput laut di Indonesia (Flores Pos Selasa 10 Mei 2011).

Tidak hanya itu. Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan tiga desa pesisir di Sikka menjadi Desa Minapolitan. Yaitu Desa Permaan, Desa Kojadoi, dan Desa Kojagete. Minapolitan adalah konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan pendekatan sistem dan manajemen kawasan dengan prinsip integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi.

Kalau Coremap dengan produksi rumput lautnya telah nyata menyejahterakan masyarakat pesisir, apakah Minapolitan juga akan demikian? Minapolitan itu menggenjot budi daya. Sebab, ia mengusung visa besar: Indonesia menjadi penghasil produksi kelautan dan perikanan terbesar dunia 2015. Penggenjotan membutuhkan modal besar dan keterampilan tinggi. Siapa yang miliki itu? Pengusaha besar atau masyarakat pesisir? Apakah masyarakat pesisir akan jadi tuan seperti pada Coremap? Atau jadi buruh seperti pada usaha tambak berskala besar?

”Bentara” FLORES POS, Rabu 11 Mei 2011

Tidak ada komentar: