04 Mei 2011

Manggarai Simpang Siur

Kontroversi Status Hutan Nggalak Rego

Oleh Frans Anggal

Warga lingkar tambang di kawasan hutan lindung Nggalak Rego RTK 103, wilayah Soga Torong Besi, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, resah. Status hutan itu kini simpang siur. Tidak jelas. Apakah masih sebagai hutan lindung ataukah sudah diubah menjadi hutan produksi terbatas? Mereka mendesak pemkab turun berikan penjelasan kepada masyarakat.

Desakan disampaikan lima utusan dalam pertemuan dengan Sekretaris Dishutbun Manggarai Clemens Nggangga di Ruteng, Kamis 28 April 2011. Mereka didampingi Koordinator JPIC SVD Ruteng, Pater Simon Suban Tukan SVD (Flores Pos Senin 2 Mei 2011).

Kata Pater Simon, keresahan warga dipicu oleh dua hal. Pertama, surat Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan RI, yang menyatakan status hutan Nggalak Rego RTK 103 yang berada dalam wilayah kuasa pertambangan PT Sumber Jaya Asia (SJA) di Kabupaten Manggarai bukanlah hutan lindung, tetapi hutan produksi terbatas.

Kedua, sikap pemkab yang tidak memberikan penjelasan khusus kepada masyarakat, khususnya warga lingkar tambang. Perubahan status hutan itu mereka ketahui dari koran. Pernyataan pemkab pun mereka dapat dari koran. Belum ada penjelasan langsung kepada mereka selaku pemangku kepentingan. Karena itulah mereka datang bertemu langsung, minta klarifikasi.

Pertanyaan mereka hanya satu: benarkah hutan Nggalak Rego telah dibuah statusnya dari hutan lindung menjadi hutan produksi terbatas? Apa pun jawaban atas pertanyaan ini, dampak ikutnya pasti ada. Warga sudah mengancang-ancang.

Kalau benar telah diubah menjadi hutan produksi terbatas, Nggalak Rego segera mereka "fungsikan" sesuai dengan status barunya itu. Jangan hanya PT SJA yang boleh. Konkretnya, Nggalak Rego akan mereka kapling habis, bukan untuk ditambang---karena mereka tolak tambang---tapi untuk dimanfaatkan sumber daya hutannya. Apalagi Wabup Kamelus Deno pernah bilang, masyarakat sekitar kawasan hutan produksit terbatas boleh menebang pohon, asalkan tanam lagi. Masyarakat memiliki hak dan kewajiban atas hutan (Flores Pos Selasa 1 Maret 2011)

Itu kalau Nggalak Rego telah berubah status. Bagaimana kalau belum? Kalau masih sebagai hutan lindung? Tuntutan warga hanya satu: tegakkan keadilan! Jangan hanya masyarakat yang masuk penjara karena tebang pohon. Orang PT SJA juga harus dibui. Perusahaan ini menambang secara ilegal. Sebab, tidak ada izin dari Menhut. Permohonan SJA meminjam pakai kawasan hutan itu telah ditolak oleh Menhut pada 27 Januari 2009.

Dari pertemuan utusan warga dengan Sekretaris Dishutbun Clemens Nggangga, jawaban kedua inilah yang mereka terima. Bahwa, sampai sekarang tidak ada dokumen lain yang menyatakan hutan Nggalak Rego RTK 103 telah dibuah statusnya. Hutan itu tetap sebagai hutan lindung. Dasarnya adalah SK Menhut.

Bagaimana dengan surat Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam? Aha! Itu bukan surat keputusan. Itu hanyalah surat biasa. Bukan pula dari menhut. Cuma dari ditjen. Lucunya, reaksi pemkab, dalam hal ini Wabup Deno, berlebihan. Seolah-olah, surat hasil korespondensi SJA itu adalah SK Menhut yang membatalkan SK sebelumnya.

Wabup Deno mengatakan, dari surat ditjen dan dokumen yang ada, barulah diketahui status sebenarnya hutan Nggalak Rego. Ternyata bukan hutan lindung, tapi hutan produksi terbatas.

Hmmm, dari surat ditjen dan "dokumen yang ada"? Dokumen mana Pak? Dishutbun bilang, tidak ada dokumen lain. Sungguh simpang siur! Oh Manggarai ....

"Bentara” FLORES POS, Rabu 4 Mei 2011

Tidak ada komentar: