Kasus Dana Bansos 2009
Oleh Frans Anggal
Pemeriksaan oleh Pansus DPRD Sikka, Rabu 8 Mei 2011, ditandai saling lempar tanggung jawab para terperiksa. Kasus dana bansos 2009 senilai Rp10,7 miliar. Mereka, Godfridus Faustin, bendahara induk dana bansos pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD). Bily Dolu, mantan kuasa pengguna anggaran (KPA) pada Dinas PPKAD. Servasius Kabu, mantan Kepala Bagian Kesra Seda (Flores Pos Kamis 19 Mei 2011).
Versi Godfridus Faustin. Tentang pengeluaran yang lampaui plafon APBD. Membengkak dari Rp4 miliar plus perubahan anggaran Rp2,5 miliar menjadi Rp10,7 miliar termasuk dana pinjaman dari pihak ketiga. "Saya keluarkan uang atas perintah KPA (kala itu dijabat Bily Dolu). Pengeluaran dana tidak mengikuti tahapan dan prosedur yang berlaku."
Versi Bily Dolu. Tanggapi tudingan Godfridus Faustin. "Saya tidak pernah perintahkan bendahara induk bansos untuk keluarkan uang yang tidak prosedural itu. Saya sudah berkali-kali meminta SPJ kepada yang bersangkutan, tapi tidak diindahkan."
Versi Servasius Kabu. Tanggapi pernyataan Yos Otu, bendahara bagian kesra Setda. "Semua data pemanfaat¬an dana bansos ini tidak jelas karena amburadulnya administrasi Bendahara Yos Otu." Sebelumnya, Yos Otu bilang, penyaluran bantuan, termasuk pinjaman Rp3 miliar lebih dari seorang pengusaha, sepersetujuan Servas Kabu (Flores Pos Sabtu 14 Mei 2011).
Pada pemeriksaan 18 Mei itu, Yos Otu tidak hadir. "Yos Otu lagi sakit," kata Landoaldus Mekeng, ketua pansus. Pekan sebelumnya, pada pemeriksaan 9 Mei, yang tidak hadir Godfridus Faustinus. Jelang diperiksa pansus hari itu, ia mencoba bunuh diri dengan meminum obat pembasmi serangga. Ia dilarikan ke rumah sakit dan dirawat inap.
Semua hal yang terjadi itu merupakan mekanisme penghindaran. Bentuknya saja yang berbeda. Usaha bunuh diri Godfridus Faustinus, itu upaya penghindaran. Hasilnya, rugi dobel. Setelah semaput karena bunuh dirinya gagal, dia tetap diperiksa oleh pansus. Di hadapan pansus, ia tetap berusaha menghindar meski mengakui pengeluaran dana tidak prosedural. "Saya keluarkan uang atas perintah KPA."
Demikian pula dua pejabat lainnya, ramai-ramai menghindar. Bily Dolu, tidak hanya membantah tudingan Godfridus Faustin. Ia juga menuding balik si penuding. "Saya sudah berkali-kali meminta SPJ kepada yang bersangkutan, tapi permintaan saya tidak diindahkan." Setali tiga uang dengan Servasius Kabu. Tidak hanya membantah pernyataan Yos Otu. Ia juga mempersalahkannya: administrasinya amburadul.
Akan halnya Yos Otu, yah sama juga. Patut dapat diduga sakitnya hari itu sebentuk mekanisme penghindaran juga. Dugaan ini beralasan, mengingat banyaknya preseden penghindaran. Salah satunya sangat terasa ketika kejari mulai lakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket). Ada kesan, akses ke dokumen administratif dana bansos dihalang-halangi pihak tertentu di kalangan pemkab.
Dalam konteks ini, ditarik jauh ke belakang, kebakaran kantor bupati Sikka, 26 Desember 2009, bisa saja merupakan hasil usaha penghindaran. Bukan kebakaran biasa. Kantor ini terbakar di akhir tahun. Dan, menarik, "berkat" kebakaran itu, sebuah jejak penting lenyap. Semua data keuangan bansos 2009 ikut terbakar, kata Yos Otu di hadapan pansus.
Itulah drama dari Sikka. Drama penghindaran. Versi terperiksa. Mungkin akan muncul versi pemeriksa, pansus DPRD. Itu kalau mereka tidak independen. Artinya, sekadar jadi alat politik. Sikat yang kecil, luputkan yang besar. Harap saja tidak.
”Bentara” FLORES POS, Jumat 20 Mei 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar