08 Juli 2011

“Ke-11-an” DPRD Sikka

Ke KPK Kenapa Harus Ramai-Ramai?

Oleh Frans Anggal

Sebanyak 11 anggota DPRD Sikka dan beberapa staf sekretariat DPRD (setwan) ke Jakarta, Senin 11 Juli 2011. Mereka ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mengantar keputusan DPRD yang merekomendasikan kasus dana bansos Sikka tahun 2009 senilai Rp10,7 miliar ditangani KPK (Flores Pos Kamis 7 Juli 2011).

"Kesebelasan" DPRD ini terdiri ketua, wakil, dan utusan dari enam fraksi. Koq sebanyak itu? "Saya pikir angka itu berlebihan," kata E P da Gomez, politikus senior PDI-P Kabupaten Sikka. "Yang berangkat cukup ketua DPRD, seorang staf sekretariat dewan. Dan, kalau anggaran memungkinkan, dengan utusan fraksi," katanya.

Anggaran pasti memungkinkan. Kalaupun tidak, bisa dimungkin-mungkinkan. Semuanya bisa diatur koq. "Soal biaya, ada pos pembiayaan konsultasi," kata Ketua DPRD Rafael Raga. Kentara di sini, pos anggaran dihadapi dengan logika pemakaian, bukan logika pemanfaatan atau logika penggunaan.

Logika pemakaian mengandung kata dasar "pakai". Pemakaian atas cara apa, bukan soal. Boros atau hemat, bukan masalah. Yang penting ada nomenklaturnya. Ini berbeda dengan logika pemanfaatan atau logika penggunaan yang mengandung kata dasar "manfaat" atau "guna". Keber-manfaat-an atau keber-guna-an menjadi unsur penting tindakan. Nomenklatur saja tidaklah cukup.

Dengan logika pemakaian atas pos pembiayaan konsultasi itulah Rafael Raga dkk berangkat ke Jakarta. Rombongan ini sudah pasti habiskan ratusan juta rupiah. Uang negara dipakai begitu banyak hanya untuk antar sebuah rekomendasi. Padahal, semestinya, menurut keber-manfaat-an atau keber-guna-annya, yang berangkat cukup ketua dan seorang staf setwan. Selebihnya, pemborosan.

Menanggapi sorotan pemborosan ini, yang antara lain disampaikan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Pusat Petrus Salestinus, jawaban Rafael Raga mengejutkan. "Jangan dilihat dari banyaknya anggota dewan yang pergi (ke Jakarta)," katanya. "Ini sebagai salah satu bentuk keseriusan DPRD dan masyarakat Sikka untuk tuntaskan (kasus) dana bansos."

Wah, wah. Banyaknya anggota dewan yang berangkat merupakan wujud keseriusan penuntasan kasus. Berarti, semakin banyak yang berangkat, semakin seriuslah DPRD. Kalau begitu, 11 orang itu masih kurang dong. Semestinya, demi keseriusan paripurna, seluruh anggoa dewan berangkat. Makin lama di Jakarta, makin seriuslah mereka.

"Ini sebagai salah satu bentuk keseriusan DPRD dan masyarakat Sikka …." Sebut masyarakat Sikka? Ini manipulasi. Kalau DPRD dengarkan masyarakat, dalam pengertian mempertimbangkan kepentingan umum, kenapa sebanyak itu yang berangkat? Akal sehat masyarakat akan menyetujui E P da Gomez. Yang berangkat cukup ketua dewan dan seorang staf setwan.

Ke Jakarta, antar rekomendasi ke KPK, "… untuk tuntaskan (kasus) dana bansos." Itu bukan langkah yang menuntaskan kasus. KPK tidak bodoh mene¬rima rekomendasi pengalihan penanganan sebuah kasus yang sedang gencar ditangani kejaksaan.

Jadi? Jauh dari menuntaskan kasus, keberangkatan kesebelasan DPRD itu hanya melahirkan kasus baru. TPDI mengadukan 11 anggota DPRD ke KPK. Mereka dinilai menghalang-halangi dan mengintimidasi kejaksaan. Juga, tentunya, memboroskan uang negara dengan alasan yang rapuh. Hmmm, kesebelasan DPRD Sikka.

”Bentara” FLORES POS, Jumat 8 Juli 2011

2 komentar:

Christian Dewanto,drg mengatakan...

saya suka gaya bahasa, dan teknik komunikasi pak frans (RRI 11juli 2011). lsg sy search digoogle.Ayo pak frans cerdaskan flores..kita butuh org kritis seperti bapak!!

regards,
christian dewanto

Frans Anggal mengatakan...

Terima kasih Pak Christian.
Mari kita sama-sama cerdaskan Flores, cerahkan Nusantara...
Salam dan sukses buat Anda.