26 Juli 2011

Pecat dan Penjara!

Kejahatan Polisi di Ende

Oleh Frans Anggal

Di Kabupaten Ende, kapolsek Ende dan dua anggotanya dicopot karena langgar disiplin. Ketiganya sudah dipanggil Polda NTT untuk diperiksa. Pelanggaran mereka mencakup kode etik Polri dan tindak pidana. "Bagi saya, tidak ada ampun. Yang salah ya diproses," kata Kapolres Ende Darmawan Sunarko (Flores Pos Senin 25 Juli 2011).

Apa persisnya kode etik yang dianggar, tidak dibeberkan. Demikian pula tindak pidana yang dilakukan. Meski demikian, media himpun beberapa informasi. Bahwa, kapolsek dan anggotanya manfaatkan warga untuk jual emas ke pemilik toko emas. Setelah emas dibeli pemilik toko, mereka datangi toko itu dan lakukan penangkapan. Alasannya: pemilik toko beli emas hasil kejahatan. Emas itu mereka sita. Lalu mereka jual lagi ke toko lain. Seterusnya begitu.

Jual-sita-jual ini dilakukan tiga kali pada toko berbeda. Dengan modus operandi seperti ini, mereka dapat uang tanpa kehilangan emas. Harga jualnya Rp3-4 juta. Hasil penjualan dibagi antara mereka.

Dalam kacamata kode etik kepolisian, ini perbuatan tercela. Merusak kehormatan profesi dan organisasi. Yang sangat menonjol di sini, sikap dan tindakan aparat polisi mencari-cari kesalahan masyarakat. Demi keuntungan diri sendiri.

Sanksinya pastilah sanksi moral. Ada empat macam. (1) Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela. (b) Kewajiban pelanggar menyatakan penyesalan atau meminta maaf secara terbatas ataupun secara terbuka. (3) Kewajiban pelanggar mengikuti pembinaan ulang profesi. (4) Pelanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan profesi kepolisian.

Sanksi ini segera mereka terima. Segera, karena dalam penyelesaian pelanggaran kode etik profesi kepolisian yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana, maka yang diproses terlebih dahulu adalah sidang disiplin. Sebab, ada batas waktunya, maksimal 30 hari. Setelah sidang disiplin tuntas, barulah sidang di lingkup peradilan umum digelar.

Jika dalam sidang disiplin diputuskan, para pelanggar tidak layak lagi untuk jalankan profesi kepolisian, itu berarti mereka dipecat. Selanjutnya, jika dalam sidang peradilan umum mereka terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, itu berarti mereka bisa dipenjara. Maka rugi dobellah mereka. Sudah dipecat, dipenjara pula.

Rugi dobel itu layak dan patut bagi mereka. Kerena, pertama, pelanggarannya dobel. Mereka melanggar kode etik profesi kepolisian, dan melakukan tindak pidana. Kedua, mereka tidak hanya tidak laksanakan tugas pokoknya sebagai polisi (negasi), tapi juga melawannya (kontradiksi).

Ada tiga tugas pokok polisi. (1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. (2) Menegakkan hukum. (3) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Yang mereka lakukan? Bukan hanya "negasi" tapi juga "kontradiksi". Bukan hanya tidak laksanakan tugas pokok itu, tapi juga melawannya.

Lihatlah. Tidak hanya tidak memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, mereka malah bikin masyarakat tidak aman dan tidak tertib. Tidak hanya tidak menegakkan hukum, mereka malah menginjak-injak hukum. Tidak hanya tidak melindungi, mengayom, dan melayani masyarakat, mereka malah menipu, mengancam, dan memeras masyarakat.

Atas dasar itulah mereka layak dan patut dipecat dan dipenjara. Semoga penindakan ini menjadi pembelajaran bagi jajaran bhayangkara negara.

”Bentara” FLORES POS, Selasa 26 Juli 2011

Tidak ada komentar: