Kasus Utang Pihak Ketiga di Sikka
Oleh Frans Anggal
Bupati Sikka Sosimus Mitang mengambil sikap: tidak membayar utang pihak ketiga sampai ada kepastian hukum dari kejaksaan atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang status utang itu. Sikap ini disampaikannya dalam rapat dengar pendapat dengan DPRD Sikka, Rabu 6 Juli 2011 (Flores Pos Jumat 8 Juli 2011).
"Bagaimana saya bayar? Harus ada pengakuan bersama tentang status utang ini utang siapa. Ini harus jelas secara hukum setelah berurusan dengan KPK atau kejaksaan," katanya.
Pihak ketiga yang dimaksud adalah Usaha Dagang (UD) 2000 milik Suitbertus Amandus. Besarnya pinjaman Rp7,4 miliar. Digunakan Bagian Kesra Setda Sikka sebagai dana bansos 2009. Telah dikembalikan Rp3 miliar, sisa Rp4,4 miliar. Belakangan BPK Perwakilan NTT mengungkapkan adanya dugaan korupsi dalam pengelolaan dana bansos 2009 senilai Rp10,7 miliar. Termasuk di dalamnya, utang-piutang dengan pihak ketiga.
Utang-piutang ini tidak prosedural. Tidak atas persetujuan DPRD. Juga, menurut Bupati Sosi Mitang, tidak atas pengetahuan dan persetujuannya. Demikian pula halnya dengan pengembalian Rp3 miliar kepada UD 2000 dari total pijaman Rp7,4 miliaran. Tidak atas pengetahuannya.
Pernyataan bupati ini berbeda dengan temuan pansus DPRD. Meski prosedural (tidak sepersetujuan DPRD), kata pansus, peminjaman dari pihak ketiga ini nyata dilakukan Yosef Otu selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu pada Bagian Kesra. Peminjaman itu atas nama Bagian Kesra Kabupaten Sikka. Peminjaman itu pun atas pengetahuan dan persetujuan bupati.
Mana yang benar? Pernyataan bupati ataukah pernyataan pansus? Ini yang perlu dipastikan jawabannya. Karena kasus ini sudah masuk dalam proses hukum, maka pemastian yang dinantikan adalah pemastian hukum. Apakah benar atau terbukti secara sah dan meyakin utang-piutang dangan pihak ketiga itu sepersetujuan bupati?
Kalau jawabannya: benar/terbukti secara sah dan meyakinkan utang-piutang itu sepersetujuan bupati, maka pertanyaan berikutnya adalah ini. Apakah dapat dibenarkan, bupati/pemkab harus melunasi utang pihak ketiga hanya karena utang-piutang itu disetujui bupati meski tanpa persetujuan DPRD?
Kalau jawabannya: tidak benar atau tidak terbukti secara sah dan meyakinkan utang-piutang itu sepersetujuan bupati, maka pertanyaan berikutnya adalah ini. Apakah dapat dibenarkan, bupati/pemkab harus melunasi utang pihak ketiga meski utang-piutang itu tanpa persetujuan bupati dan DPRD?
Kepastian jawaban atas pertanyaan itulah yang ditunggu. Bupati menunggunya dari proses hukum di kejakasan atau KPK. Dari kejaksaan, karena kasus dana bansos, termasuk di dalamnya utang pihak ketiga, telah dilaporkannya ke Kejari Maumere, akhir Mei 2011. Penanganan oleh kejari sudah sampai pada tahap penyelidikan. Penanganan selanjutnya diambil alih oleh Kejati NTT.
Bupati juga menunggu kepastian hukum dari KPK, karena DPRD Sikka telah berkeputusan merekomen¬dasikan penanganan kasus dana bansos diambil alih KPK. Senin 11 Juli 2011, sebanyak 11 anggota DPRD dan beberapa staf sekretariat dewan ke Jakarta, menyerahkan rekomendasi ke KPK.
Tampak di sini, Bupati Sosi cermat. Ia tidak gegabah melunasi utang pihak ketiga, yang statusnya belum jelas secara hukum, karena sedang diproses secara hukum. Sebuah sikap yang tepat.
”Bentara” FLORES POS, Sabtu 9 Juli 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar