Mempertimbangkan Titik Kulminasi Perjuangan
Frans Anggal
Hari jadi Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) dipersoalkan. Bukan 17 Juli! Tapi 17 Januari! Merujuk tanggal penetapan RUU pembentukan kabupaten ini menjadi UU oleh DPR RI pada 17 Januari 2003. Ini perlu diperdakan (Flores Pos Senin 25 Juli 2011).
Selama ini HUT Mabar, 17 Juli. Rujukannya, peresmian kabupaten oleh Mendagri Hari Sabarno pada 17 Juli 2003. Tanpa penetapan khusus, tanggal hari jadi ini pun diterima begitu saja oleh masyarakat. Bahkan lolos masuk dalam logo resmi daerah.
Dalam situsnya www.manggaraibaratkab.go.id, Pemkab Mabar mengartikan padi dan kapas pada logo daerah sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan. "Butir padi sebanyak 17 (tujuh belas) melambangkan tanggal peresmian Kabupaten Manggarai Barat, yaitu 17. Kapas sebanyak 7 (tujuh) buah melambangkan bulan peresmian Kabupaten Manggarai Barat, yaitu bulan ke-7 (bulan Juli)."
Apakah peresmian oleh mendagri itu tonggak paling penting dari perjuangan Mabar kabupaten? Perjuangan Mabar itu dramatis. Ada penolakan dari elite politik kabupaten induk Manggarai. Kasarnya, perjuangan itu pertarungan rakyat melawan penguasa. Banyak pejuang yang ditangkap, dipukul, disel.
Namun, semua keringat dan airmata mereka seakan terhapus ketika palu diketukkan di Senayan pada 17 Januari 2003. Hari itu Rancangan UU No 8 Thn 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Mabar di Provinsi NTT ditetapakan menjadi UU oleh DPR RI.
Dalam perspektif sejarah perjuangan Mabar kabupaten, 17 Januari itulah puncaknya. Titik kulminasi. Selanjutnya, hanya peleraian. Ada dua gelombang peleraian. (1) Pengesahan UU itu oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dan pengundangannya oleh Sekretaris Negara Bambang Kesowo pada 25 Februari 2003. (2) Peresmian kabupaten oleh Mandagri Hari Sabarno pada 17 Juli 20003.
Orang hukum cenderung memilih 25 Februari sebagai hari jadi Mabar. Ada dasarnya. UU yang ditetapkan DPR itu baru memiliki kekuatan hukum setelah disahkan presiden melalui penandatanganannya. Dari segi hukum, itu tepat. Namun pertimbangan hukum bukanlah segala-galanya. Masih ada bahkan banyak pertimbangan lain.
Bandingkan hari jadi RI 17 Agustus. Tanggal ini merujuk ke proklamasi kemerdekaan oleh Soekarno-Hatta, atas nama bangsa Indonesia. Teks proklamasi ditulis tangan, di atas sepotong kertas. Ini bukan produk hukum. Ini produk politik. Kritalisasi perjuangan. UUD 1945 sebagai konstitusi barulah muncul setelah proklamasi. Namun bangsa ini tetap sepakat, 17 Agustuslah hari jadinya RI.
Perpektif yang digunakan adalah perspektif perjuangan. Dengan perspektif ini pula hendaknya hari jadi Mabar ditetapkan. Yang dilakukan DPR di Senayan itu perjuangan. Mengatasnamakan masyarakat Mabar. Termasuk mereka yang ditangkap, dipukul, disel karena berjuang. Perjuangan di DPR itu penuh argumentasi, persuasi, lobi, dan segala macam yang memeras otak, perasaan, waktu, dana, dll, hanya agar UU-nya keluar. Sedangkan presiden tinggal tanda tangan. Susah apanya? Mendagri tinggal resmikan kabupaten dan lantik penjabat bupati. Sulit apanya?
Nilai historis dan puncak perjuangan Mabar kabupatenlah yang semestinya diperhatikan. Tanggal titik kulminasinyalah yang tepat sebagai hari jadi. Yakni, 17 Januari. Dengan demikian, perayaannya setiap tahun akan bernilai perjuangan bagi generasi penerus. Hari jadi ini perlu segera diperdakan. Agar berkekuatan hukum dan mengikat.
”Bentara” FLORES POS, Kamis 28 Juli 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar