22 Juli 2011

Sandiwara di Nggalak Rego

Kasus Tambang Mangan di Manggarai

Oleh Frans Anggal

Polres Manggarai menghentikan penyidikan terhadap para tersangka kasus tambang PT Sumber Jaya Asia (SJA). Hal ini ditandai dengan terbitnya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap bos PT SJA Herman Jaya pada Juni 2011.

"Langkah itu diambil karena ada dasar hukumnya dalam seluruh proses penanganan kasus tersebut. Alasan kita, adanya surat penghentian penuntutan (dari Kejari Ruteng)," kata Kapolres Manggarai Soediantoko (Flores Pos Kamis 21 Juli 2011).

Yang dihentikan oleh kejari adalah penuntutan terhadap Supriyadi, yang berkasnya duluan dilimpah¬kan polres ke jaksa. Sedangkan berkas Herman Jaya belum. Demikian pula berkas Libertus Magung. Keduanya masih dalam penyidikan polres.

Jaksa menghentikan penuntutan terhadap Supriyadi berdasarkan putusan PTUN dalam perkara bupati Manggrai vs SJA. Bupati mencabut izin SJA karena perusahaan ini menambang dalam kawasan hutan lindung tanpa izin pinjam pakai dari Menhut. SJA mem-PTUN-kan bupati. Dan menang berturut-turut di PTUN Kupang, PTUN Surabaya (banding), dan MA (kasasi).

Kenapa SJA menang? Salah satu dasarnya: hutan Nggalak Rego dalam wilayah kuasa pertambangan mangan SJA bukanlah hutan lindung. Ini aneh. Sebab, dalam lampiran Keputusan Gubernur NTT No. 64/1999 tentang Penetapan Hasil Paduserasi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Tata Guna Hutan Kesepakatan Provinsi NTT, Nggalak Rego itu hutan lindung. Keputusan ini diperkuat Keputusan Menhut RI No. 423/Kpts.2/1999. Ini keputusan terbaru. Belum dicabut.

Dengan demikian, dasar putusan yang digunakan PTUN itu rapuh. Lucunya, Kejari Ruteng menjadikan putusan PTUN sebagai dasar penghentikan penuntutan terhadap Supriyadi. Salanjutnya, Polres Manggarai menjadikan penghentikan penuntutan terhadap Supriyadi sebagai dasar penghentian penyidikan terhadap Herman Jaya dan Libertus Magung.

Apa yang terjadi di sini? Pencampuradukan dua perkara dalam lingkup hukum berbeda. Perkara di PTUN itu kasus pencambutan izin oleh bupati. Sedangkan di jaksa dan polisi kasus perambahan hutan lindung oleh SJA. Dua perkara berbeda, dalam lingkup hukum berbeda. Bagaimana bisa, putusan lingkup peradilan khusus (PTUN) dijadikan dasar penghentikan penuntutan dan penyidikan oleh jaksa dan polisi dalam lingkup peradilan umum.

Selain mencampuradukan dua perkara dalam lingkup hukum berbeda, jaksa dan polisi menggunakan kacamata kuda. Karena, hanya memperhatikan dan mempertimbangkan konsiderans putusan PTUN. Dokumen-dokumen autentik, sah, dan masih berlaku tentang status hutan Nggalak Rego sebagai hutan lindung tidak dihiraukan. Termasuk, keputusan terbaru itu: Kep Menhut RI No. 423/Kpts.2/1999.

Sampai sekarang, belum ada keputusan sederajat atau lebih tinggi yang membatalkan keputusan terdahulu. Dengan demikian, hutan Nggalak Rego tetap sebagai hutan lindung. Semestinya jaksa dan polisi berpijak pada dokumen autentik, sah, dan masih berlaku seperti ini. Tidak merujuk lurus-lurus pada putusan PTUN yang bisa saja sesat karena menggunakan konsiderans rapuh, bahwa Nggalak Rego bukan hutan lindung.

Kerapuhan ini bisa dilihat pula pada sikap SJA setelah menang perkara di PTUN. Kata kapolres, SJA tidak lagi menambang di kawasan yang dipersoalkan. Mereka pindah ke kawasan lain. Lho, kenapa pindah? Bukankan PTUN bilang, kawasan itu bukan hutan lindung? Bukankah jaksa dan polisi hanya tahu ikut putusan PTUN? Hmmm. Sandiwara di Nggalak Rego.

”Bentara” FLORES POS, Jumat 22 Juli 2011

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Tindakan Kajari Ruteng SP3 kan perkara Supriadi yang sudaj di p-21 aneh bin ajaib. Mestinya kajari membawa perkara itu ke PN Ruteng walaupun Supriadi menghilang atau dihilangkan oleh Herman Jaya (tanya pengacara PT. Torozatullo Menrofa). Lalu apa alasan hukum kasus Herman Jaya di sp 5 oleh Kapolres Baru Manggarai dengan alasan putusan PTUN? Padahal Herman Jaya sempat ditahan di Polres Manggarai selama 4 hari kemudian dikeluarhan dengan uang jamninan Rp 100 juta dititip di PN Ruteng. Mestinya Polres Manggarai selalin menyatakan penambangan PT SJA di Reok berada dalam kawasan hutan lindung, juga menyatakan merupakan hutan prodeuksi terbatas dimana dua-duanya sebelum menambang harus ada ijin menhut tetapi PT. SJA belum punya isjin tersebut. Menurut saya Kajari Ruteng yang sangat dengan kuasa hukum PT. SJA lainnya yaitu Edward telah menghalalkan segala cara. Saya berharap LSM, Jaksa Agung dan Kapolri harus mengusut sp 3 PT SJA itu dan membatalkan sp 3 terus dibawa ke PN Ruteng, saya yakin Herman Jaya terbukti secara sah dan meyakin melakukan penambangan tanpa ijin Menhut karena lokasi tambang berada dalam kawasan hutan produksi terbatas dan atau hutan lindung. Baru-baru ini saya ke lokasi tambang dan terlihat sangat kacau belum reklamasi, membuat rusak lingkungan dabn ekologo dari tanah reok. Yang lebih lucunya lagi, Herman Jaya cukup keji memperlakukan karyawannya termasuk pengacaranya yang selama ini banting tulang, putar otak, tanpa mengenal lelah bolak balik Jakarta Ruteng, menyepak jauh-2 tidak berprikemanusiaan, habis manis sepak dibuang.