24 Juli 2011

Reo Bebas, Flores Susah

Bisnis Ilegal Minyak Tanah Bersubsidi

Oleh Frans Anggal

Seribu dua ratus liter minyak tanah bersubsidi disita Polres Manggarai di Reo. Bersamaan dengan itu, empat pelakunya ditahan dan dijadikan tersangka. Yakni nakhoda dan tiga anak buah kapal. Mereka tertangkap tangan saat hendak membawa minyak tanah dari Reo menuju Jeneponto (Flores Pos Jumat 22 Juli 2011).

Modusnya: pelaku minta masyarakat beli minyak tanah bersubsidi di pangkalan. Dari masyarakat, pelaku siap beli dengan harga Rp4.000 per liter. Merasa diuntungkan, masyarakat ramai-ramai beli di pangkalan lalu jual ke pelaku. Selanjutnya, di Jeneponto, pelaku akan jual kembali dengan harga Rp6.000-7.000.

Kapal pelaku sudah biasa pergi pulang Reo-Jeneponto. Patut dapat diduga, praktik ini sudah barlangsung lama. Besar kemungkinan pula, melibatkan banyak kapal lain. Tapi koq baru sekarang diketahui polisi. Sehingga baru sekarang juga dicegat dan digeledah. Ada beberapa faktor.

Meski ilegal, bisnis ini menguntungkan para pihak. Yakni masyarakat dan pelaku. Selisih harga beli dan harga jualnya cukup signifikan. Belinya murah, jualnya mahal, untungnya besar. Maka jadilah bisnis ilegal ini perbuatan melawan hukum yang berterima oleh masyarakat. Sama-sama jahat, tapi sama-sama untung.

Perbuatan melawan hukum yang berterima seperti ini biasanya bertahan manakala pihak yang semestinya mencegah dan menindaknya turut diuntungkan. Mereka itu bisa saja petugas Pertamina, aparat pemerintah, aparat penegak hukum. Mereka diuntungkan oleh suap, berupa setoran dari para pelaku.

Karena melibatkan banyak pihak yang merasa diuntungkan dengan sebaran meluas di tengah masyarakat, sulit dipercaya bisnis ilegal ini sangat tertutup dan rahasia. Kalaupun disebut rahasia, itu pastilah “rahasia umum”. Rahasia yang bukan rahasia lagi, karena sudah diketahui publik.

Kalau itu sudah jadi rahasia umum, maka sulit dipercaya juga bahwa polisi baru tahu tentangnya. Apalagi, baru tahu karena baru diberi tahu oleh masyarakat. Untung ada masyarakat yang beri tahu. Kalau tidak, bagaimana? Apakah polisi tetap tidak tahu dan tetap nyaman dalam ketidaktahuan? Ini sangat menghina akal sehat.

Sama sulit dipercaya kalau petugas Pertamina, aparat pemerintah, dan masyarakat terdidik setempat tidak tahu. Meraka tahu, tapi tidak mau tahu. Masa bodoh. Cuek bebek. Mereka biarkan polisi akan tahu dengan sendirinya. Mentalitas seperti inilah yang antara lain menyebabkan subsidi BBM seringkali tidak tepat sasaran. Dampaknya, kelangkaan.

Para pihak lupa, bisnis ilegal di Reo itu tidak hanya melanggar hukum. Tapi juga melukai rasa keadilan masyarakat. Reo bebas, Flores susah. Orang di Reo bebas perdagangkan minyak tanah bersubsidi. Sementara orang lain di Flores pontang-panting cari sana sini. Untuk dapat satu botol saja, sulitnya minta ampun.

Kita mendesak, kontrol distribusi minyak tanah bersubsidi diperketat. Terutama di Reo, salah satu pintu masuk di Flores. Alasannya jelas, nyata, terbukti. Pola subsidi selalu mendorong pihak tertentu membeli banyak dan menjual kembali di luar jalur demi keuntungan berlipat. Ketika pembeliannya sangat banyak, distribusi di pasar pasti terganggu. Inilah yang terjadi selama ini. Biang keroknya kelangkaan.

”Bentara” FLORES POS, Sabtu 23 Juli 2011

Tidak ada komentar: