02 September 2009

DPRD Ende Pigi Jakarta

Baru Dilantik dan Belum Mulai Bersidang

Oleh Frans Anggal

Belum mulai bersidang, anggota DPRD Ende yang baru dilantik sudah siap pigi orientasi ke Jakarta. Mereka memanen kritik. Antara lain dari GMNI. GMNI mendesak 30 anggota dewan itu batal berangkat. Biayanya besar. Rugikan keuangan daerah. Lebih baik dananya digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kurang mampu.

Tanggapan dewan? Orientasi itu penting, kata Ketua Sementara Marselius YW Petu: agar anggota dewan memiliki pemahaman yang sama tentang hal yang akan mereka sidangkan nanti. Sepulang orientasi mereka akan membahas susduk, tatib, dan pimpinan definitif. Karena itu, jangan permasalahkan dana.

Orientasi ke Jakarta, pentingkah? Menurut GMNI, tidak. Kegiatan itu pemborosan. Menurut dewan, sebaliknya: penting. Dana itu biaya, bukan penghamburan.

Titik temunya? Sulit ditemukan. Mungkin tak bakal ketemu. Mengapa? Kedua sikap itu tidak diungkapkan dalam interaksi. GMNI dan DPRD hanya ‘dipertemukan’ dalam berita. Yang terjadi bukan ‘dialog’, tapi ‘duolog’ atau ‘monolog’ bergilir. Ada wacana, tapi masing-masing bicara sendiri-sendiri.

Kalau dialog terjadi, apakah DPRD batal ke Jakarta? Dari pengalaman dewan sebelumnya, sulitlah. Yang namanya pigi jauh rame-rame, sukar dibatalkan. Apalagi kalau sudah ada anggarannya. Yang namanya anggaran harus dihabiskan. Logikanya begitu. Tidak dihabiskan, bodoh sendiri.

Dengan logika begini , desakan GMNI bisa saja dinilai lucu. Celoteh anak kuliahan yang masih idealistis, yang belum masuk dan belum terperangkap struktur kekuasaan. Kalau sudah masuk, baru tahu dia, dan akhirnya tergoda dia, maka jadilah dia tidak lebih baik dari ‘kami-kami’.

GMNI menilai orientasi 30 anggota dewan itu memakan dana besar. Dewan bisa saja menjawab: untuk anak kuliahan, itu besar. Untuk DPRD, itu wajar. Yang pigi orientasi ini bukan mahasiswa. Kami ini anggota dewan ‘terhormat’. Maka, biaya transportasi, akomodasi, uang saku, dll harus ‘terhormat’ pula. Itu namanya selaras, serasi, seimbang.

GMNI menilai orientasi itu merugikan keuangan daerah. Dewan bisa saja menyerang balik: dasar penghitunganmu ? Soal hitung-menghitung, kami lebih tahu. Kami ini pengemban fungsi budget menurut UU. Semua mata anggaran sudah dibahas dan ditetapkan dewan lama. Waktu untuk diskusi dana orientasi sudah lewat. Sekarang waktunya untuk menghabiskan.

GMNI berpendapat, lebih baik dana itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kurang mampu. Dewan bisa saja menyahut: masing-masing pos sudah ada anggarannya, tau! Untuk masyarakat kurang mampu sudah ada dananya. Semuanya sudah diatur cantik. Jangan kacaukan peruntukan dana. Itu namanya melanggar disiplin anggaran.

Dengan begitu (seandainya memang begitu), pernyataan Marsel Petu semakin mendapatkan pembenaran: jangan permasalahkan dana! Karena itu, wahai GMNI: anjing menggonggong, kafilah berlalu. Kalian menggonggong, kami tidak mau tau. Yang sudah diputuskan, dilaksanakan. Itu namanya konsistensi tugas. Yang sudah dianggarkan, dihabiskan. Itu namanya disipilin anggaran.

Jadi, jangan persoalkan anggaran! Persoalkan hal lain. Misalnya, SDM kami. Sekian bulan sejak terpilih, kami sibuk sana-sini, lupa orientasikan diri. Saat sudah dilantik, barulah kami belajar jadi anggota dewan. Sebenarnya, datangkan instruktur dari Jakarta bisa lebih hemat. Tapi, untuk apa? Sudah ada anggarannya koq. Salahkah kalau kami hanya menghabiskan jatah kami? Ataukah kamu iri? Makanya, jadilah anggota dewan!

“Bentara” FLORES POS, Kamis 3 September 2009

Tidak ada komentar: