Mabar Jelang Pilkada 2010
Oleh Frans Anggal
“Pater Marsel Agot Lamar Jadi Bupati Mabar”. Begitu judul berita Flores Pos Jumat 4 September 2009. Alinea pertama memperjelasnya. Pater Marsel Agot SVD sudah terdaftar di Koalisi Besar, gabungan 14 partai politik, untuk menjadi bakal calon bupati 2010-2015.
Alinea kedua melengkapinya, mengutip Ketua Umum Koalisi Besar Lorensius Barus. Pater Marsel sudah resmi mengambil formulir pendaftaran di sekretariat koalisi pada Rabu 2 September menjelang siang. Dia melamar sebagai calon bupati perseorangan, sedangkan calon wakilnya diserahkan kepada koalisi
Aliena ketiga memperteguhnya dengan konfirmasi Kepala Sekretariat Koalisi Besar Wihelmus Warung. Alinea ini menambahkan informasi: hingga Rabu 2 September jumlah pelamar 11 orang, termasuk Pater Marsel.
Berita menarik. Menarik karena kontroversial. Kontroversial karena yang mau jadi bupati itu seorang imam-biarawan Katolik. Hukum Kanonik melarang imam berpartisipasi dalam partai politik dan organisasi perburuhan. Langkah Pater Marsel, kalau benar demikian, bertentangan dengan Kitab Hukum Kanonik Nomor 285 dan 287.
Benarkah Pater Marsel Agot SVD melamar jadi bupati Mabar? Pertanyaan ini tidak terjawab jelas-lengkap dalam berita. Ini beriisiko. Berita yang menarik karena kontroversialnya tapi belum jelas-lengkap unsur-unsurnya berpotensi melahirkan petaka wacana. Pihak yang diberikan bisa ‘diadili’ secara tidak adil.
Menghindari petaka itu, pihak yang diberitakan mesti diberi tempat. Bisa berupa hak jawab, hak konfirmasi, hak bantah, hak klarifikasi. Pada Sabtu 5 September, Pater Marsel menggunakan haknya melalui sebuah SMS.
“Perlu saya klarifikasi .... Sejak tahun lalu, ada sekelompok warga Mabar dan beberapa pimpinan partai politik mendekati saya dan berdiskusi seputar keadaan riil masyarakat Mabar. Mereka mendengar, menyaksikan dan mengalami berbagai keprihatinan seputar SDM, SDA, bidang pendidikan, transportasi, kesejahteraan masyarakat dan yang terkait dengan itu.
“Pada tahun 2009, kelompok yang mendekati dan berdiskusi dengan saya bertambah. Warga masyarakat itu merindukan perubahan. Butuh figur yang membawa perubahan bagi kehidupan masyarakat Mabar. Sejalan dengan itu ada warga yang mengambil formulir dan mendaftarkan nama saya. Saya kira itu hak mereka dan saya harap mereka juga menghormati hak saya. Saya sudah terikat dengan peraturan tarekat dan ketentuan sebagai imam. Jika ada perubahan tentu didiskusikan dengan pimpinan.
“Menurut saya, apa yang ditulis dalam Flores Pos perlu dikaji lebih jauh dan lebih dalam maknanya. Warga masyarakat yang mengharapkan perubahan, perbaikan ‘mutu kehidupan’, dan dunia politik, menghendaki figur yang bisa merealisasikan cita-citanya.”
Kini jelas. Mabar butuhkan perubahan dan figur yang bisa membawa perubahan. Momennya adalah pilkada. Kita teringat akan Paraguay pada pilpres 2008. Fernando Lugo, mantan uskup, mantan imam, mantan biarawan SVD, menang dan mengakhiri pemerintahan partai-tunggal Colorado yang memerintah terus-menerus dengan cara-cara korup sejak 1947.
“Di Paraguay hanya ada maling dan korban maling,” kata Lugo. “Sekarang saatnya berubah! Jangan takut! Kita akan membangun Paraguay yang tidak akan terkenal karena korupsi dan kemiskinannya, tapi karena kejujurannya.”
Situasi Paraguay memaksa Lugo tanggalkan jubah. Mabar bukan Paraguay. Pater Marsel bukan Lugo. Maka tidak harus menjadi Lugo. Namun, spirit Lugo, itulah yang perlu dimiliki, siapa pun bupati Mabar.
“Bentara” FLORES POS, Senin 7 September 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar