Gerakan Swasembada Pangan 2012
Oleh Frans Anggal
Kabupaten Ende canangkan Gerakan Swasembada Pangan (GSP) 2012. GSP diawali musyawarah besar (mubes). Mubes Swasembada Pangan, 10 Desember 2009, di Detusoko. Sedangkan GSP dicanangkan dua hari sesudah mubes, 12 Desember 2009, di Wolowaru (Flores Pos Senin 14 Desember 2009).
Ada yang menarik. Hanya sehari setelah Hari Antikorupsi Sedunia 2009, Pemkab Ende menggelar Mubes Swasembada Pangan 2012. Dua peristiwa ini berurutan harinya, ‘berdekatan’ isinya. Keduanya omong tentang makan. Yang pertama makan uang, yang kedua makan benaran. Yang pertama karena rakus, yang kedua karena butuh. Keduanya juga omong tentang keadilan. Yang pertama keadilan hukum, yang kedua keadilan sosial.
Itu mubesnya. Bagaimana gerakannya? Juga menarik. Namanya: GSP 2012. Angka “2012” mengingatkan kita pada judul film heboh yang kini sedang beredar. Tentang kiamat, berdasarkan kalender (ramalan) suku Maya di Guatemala. Meski cuma fiksi, “2012” mengganggu perasaan sebagain umat beragama.
Kalau film 2012 mewartakan “kiamat”, GSP 2012 justru mewartakan “selamat”. Pada 2012 nanti, ketika bumi ‘mati’ menurut versi film, masyarakat Kabupaten Ende justru mulai ‘hidup’ secara bermartabat. Dalam hal pangan, pada 2012 nanti, masyarakat kabupaten ini mulai mencukupkan kebutuhannya sendiri.
Berbeda dengan film 2012 yang diproduksi tanggal 13 bulan 11, GSP 2012 dicanangkan tanggal 12 bulan 12. Ada tiga angka 12 di sana: triple-12. Bagi yang percaya, triple-12 angka gaib, magic number. Konon juga angka keberuntungan, angka hoki. Dalam Kitab Suci, 12 pun bukan tanpa makna. Ia simbol kepenuhan (fullness). Ada 12 suku Israel, ada 12 rasul.
Nah, triple-12 diharapkan menjadi simbol triple-kepenuhan. Kepenuhan komponen, kepenuhan tekad, kepenuhan kerja keras. Kepenuhan komponen dan kepenuhan tekad sudah terlihat. Kepenuhan komponen ditandai terlibatnya semua pemangku kepentingan: pemerintah, gereja, dan berbagai unsur lain. Kepenuhan tekad ditandai gelar mubes sebelum pencanangan. Sedangkan kepenuhan kerja keras, ini yang masih harus dilihat.
Pertanyaannya: melihat pakai apa? Pakai ‘filosofi’ angka 12, angka kepenuhan. Melihat dengan kepenuhan. Melihat secara utuh dan menyeluruh. Secara demikian, untuk sementara, ada optimisme. Kemampuan Ende berswasembada pangan sudah mencapai 80 persen. Tinggal 20 persen lagi. Mampukah ‘tunggakan’ 20 persen lunas pada 2012 nanti?
Kenapa tidak! Toh sudah ada kepenuhan komponen. Sudah ada kepenuhan tekad. Tinggal kepenuhan kerja keras. Kualifikasi ini ada pada semua komponen. Termasuk pada diri Don Bosco M Wangge dan Achmad Mochdar selaku kepala daerah dan wakil kepala daerah. Bagi keduanya, malah, kerja keras menyukseskan GSP 2012 tidak bisa ditawar-tawar. Sebab, taruhannya besar.
Yang dipertaruhkan, legitimasi kepemimpinan. Sukses-gagalnya GSP 2012 akan menentukan menguat-melemahnya legitimasi itu. Kalau GSP 2012 sukses maka sudah pasti, keyakinan masyarakat akan menguat bahwa otoritas yang dimiliki Wangge-Mochdar wajar dan patut dihormati. Sebaliknya, kalau GSP 2012 gagal, keduanya harus siap kehilangan legitimasi meski tetap memiliki otoritas sampai masa jabatan berakhir.
Kita berharap GSP 2012 sukses. Tentu, pertama-tama bukan agar legitimasi kepemimpinan Wangge-Mochdar semakin menguat. Bukan. Legitimasi itu hanya akibat, bukan tujuan. Tujuannya tetap: agar masyarakat Kabupaten Ende hidup bermartabat, berdaulat, dengan mencukupkan kebutuhan pangannya sendiri. Jadi? Demi Ende Lio sare pawe! Bukan demi siapa-siapa.
“Bentara” FLORES POS, Selasa 15 Desember 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar