Lambannya Penanganan Kasus Tambang
Oleh Frans Anggal
Gerakan Masyarakat Anti-Tambang (Geram) Flores-Lembata minta Polres Mabar mengekspose perkembangan penyidikan kasus pidana perusakan hutan dan alih fungsi tata ruang akibat eksplorasi tambang emas di Mabar. Dua kasus ini dilaporkan Geram beberapa bulan lalu. Sudah sekian lama, penyidikannya belum juga tuntas. Demikian warta Flores Pos Senin 28 Desember 2009.
Hutan yang dirujuk Geram adalah hutan lindung RTK 108 di Tebedo. Sedangkan tata ruang yang dimaksudkan adalah kawasan Batu Gosok. Eksplorasi tambang di Tebedo masuk kawasan hutan lindung. Bekalnya hanya izin bupati. Tanpa izin Menhut. Tanpa dokumen upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL). Jelas, melanggar aturan.
Sedangkan eksplorasi tambang di Batu Gosok tidak sesuai dengan peruntukan tata ruang wilayah. Peruntukannya sudah diatur dalam Perda No. 30 Tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Mabar. Dalam perda ini, Batu Gosok masuk kawasan pariwisata komersial. Maka, eksplorasi tambang di Batu Gosok jelas melanggar aturan.
Yang salah dari segi aturan ini, buruk pula dari segi dampak. Tebedo: tidak hanya masuk kawasan hutan lindung, tapi juga berfungsi sebagai kawasan endapan air. Sedangkan Batu Gosok: ini kawasan pesisir yang dikelilingi ekosistem penting dan rentan seperti terumbu karang, padang lamun, dan bakau. Kawasan ini seharusnya jadi kawasan konservasi yang menunjang pariwisata komersial.
Semua itu sudah dilaporan Geram ke Polres Mabar. Pihak terlapor dalam kasus ini, Bupati Wilfridus Fidelis Pranda selaku pemberi izin. Juga, dua kuasa pertambangan: PT Prima Nusa Mining (kasus Tebedo) dan PT Grand Nusantara (kasus Batu Gosok). Laporan sudah disampaikan beberapa bulan lalu. Penyidikannya jalan, tapi seperti siput. Lamban. Padahal kasusnya jelas. Unsur tindak pidananya terang-benderang.
Dalam kelambanan itu, jangankan menetapkan tersangka, memeriksa pihak terlapor pun belum. Bupati Pranda dan kuasa pertambangan belum tersentuh pemeriksaan. Pemeriksaan masih putar-putar saja sekitar para kepala dinas dan staf. Apa sesungguhnya yang sedang terjadi pada Polres Mabar?
Kalau mau jujur, jawabannya tidak sulit. Beginilah ‘nasib’ kasus menyangkut orang yang sedang berkuasa. Di hadapan yang sedang berkuasa, hukum itu lunglai. Di hadapan yang tidak lagi berkuasa alias pensiun, hukum baru tegak. Contohnya banyak. Di Ende, Paulinus Domi dan Iskandar M Mberu baru jadi tersangka kasus dugaan korupsi setelah tidak lagi menjabat bupati dan sekda.
Banyak contoh lain. Semuanya mengukuhkan tesis Mohammed Bedjaoui (1979). Di dalam dirinya sendiri maupun oleh dirinya sendiri, hukum tidak miliki daya paksa. Ciri paksanya berasal dari kekuatan ekonomi dan politik. Dua kekuatan inilah yang mengekspresikan kekuatan dalam hukum, yang sejak dulu ditaburi nilai moral dan landasan kebenaran lainnya. Penghalusan moral dan nilai-nilai sosial inilah yang menyebabkan hukum memiliki kekuatan. Sedangkan ciri paksanya benar-benar berasal dari tempat lain.
Dengan dasar ini, kita mendukung permintaan Geram. Polres Mabar perlu mengekspose perkembangan penyidikan kasus Tebedo dan Batu Gosok. Dengan kata lain, harus transparan. Tanpa transparansi, polres akan terpasung oleh kekuatan gelap. Yakni, kekuatan ekonomi dan politik yang, dalam kegelapan, berusaha melunglaikan daya paksa hukum. Transparansi menghalau kegelapan itu. Sekaligus mengusir semua kekuatan yang bersarang di dalamnya.
“Bentara” FLORES POS, Selasa 29 Desember 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar