Sidang Kasus Kematian Romo Faustin Sega Pr
Oleh Frans Anggal
Dua tersangka kasus pembunuhan Romo Faustin Sega Pr, Theresia Tawa dan Anus Waja, diserahkan ke penyidik Polda NTT di Kupang, Rabu 2 November 2009. Penyerahan dilakukan kuasa hukum dari Padma Indonesia. Selanjutnya, penyidik polda akan menyerahkan tersangka ke Kejari Bajawa, menyusul telah dinyatakan lengkapnya BAP oleh kejari. Kasus ini pun siap disidangkan.
Namun, Theresia Tawa dan Anus Waja menolak jika persidangannya di Pengadilan Negeri (PN) Bajawa. Ada sejumlah pertimbangan, kata ketua tim pengacara Roy Rening, sebagaimana diwartakan Flores Pos Kamis 3 Desember 2009. Di antaranya, agar persidangan berjalan fair, jujur, tidak memihak, objektif, dan demi keselamatan jiwa kedua tersangka.
Pertimbangan ini mengandung asumsi yang dapat menyesatkan. Seolah-olah kalau dilangsungkan di PN Bajawa, persidangan tidak fair, tidak jujur, memihak, tidak objektif, dan keselamatan jiwa kedua tersangka terancam. Sebaliknya, kalau dipindahkan, persidangan akan fair, jujur, tidak memihak, objektif, dan keselamatan jiwa kedua tersangka terjamin.
Kita perlu mempertanyakan: apa dasar rasional dan empirik dari asumsi seperti itu? Sayang, dasarnya tidak dikemukakan oleh Roy Rening. Kenapa? Jangan-jangan dasar rasional dan empiriknya memang tidak ada. Kalau tidak ada, kenapa persidangan harus dipindahkan?
Dari sisi tilik logika. Disengajakan atau tidak, argumentasi yang dibangun Roy Rening adalah argumentum ad baculum. Argumentasi dengan pentung. Argumentasi dengan ancaman. Ini sesatpikir. Membenarkan simpulan (memindahkan persidangan) dengan alasan bahwa penolakan atas simpulan tersebut akan membawa akibat buruk (persidangan tidak fair, tidak jujur, memihak, tidak objektif, dan keselamatan jiwa kedua tersangka terancam.)
Dari sisi tilik psikologi. Disengajakan atau tidak, dengan tidak adanya dasar rasional dan empirik dari hal yang diasumsikan itu maka yang dikemukakan Roy Rening hanyalah ketakutan yang tidak berdasar. Ketakutan tanpa dasar, itulah yang disebut kecemasan.
Dari sisi tilik hukum. Argumentum ad baculum dan kecemasan tidak bisa dijadikan dasar tindakan pro iustitia. Karena itu pula maka memindahkan persidangan kasus Romo Faustin dari PN Bajawa dengan dasar seperti ini tidak dapat dibenarkan.
Di satu sisi, tempat kejadian perkara (locus delicti) kasus ini berada dalam wilayah hukum PN Bajawa. Ini fakta empirik. Atas dasar ini, rasional jika persidangan dilangsungkan di PN Bajawa. Sebaliknya, tidak rasional jika fakta empirik ini disingkirkan oleh sebuah argumentum ad baculum dan diabaikan demi sebuah kecemasan yang diseting menjadi dasar pembenaran memindahkan persidangan.
Di sisi lain, tingkat probabilitas dari ancaman kamtibmas yang dicemaskan Roy Rening sangatlah rendah. “Bentara” Flores Pos Senin 30 November 2009 mendasarkannya pada tiga preseden. Pertama, selama ini, meski sangat disakiti, keluarga Romo Faustin dan umat Katolik Kevikepan Bajawa tidak anarkis, termasuk saat berdemo. Kedua, para pastor sangat berperan dan berpengaruh bagi terciptanya kamtibmas yang kondusif itu. Ketiga, aparat keamanan Polres Ngada teruji dan terbukti andal menjaga kamtibmas.
Jadi? Tidak ada dasar rasional dan empirik untuk memindahkan persidangan. Sidang kasus Romo Faustin harus tetap di PN Bajawa! Hal-hal yang disebutkan Roy Rening itu sebatas kecemasan saja. Semacam hantu yang diciptakan sendiri untuk ditakuti sendiri. Janggal kalau hukum takluk pada hantu seperti ini.
“Bentara” FLORES POS, Jumat 4 Desember 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar