10 Desember 2010

Serise, Jangan Takut!

Kasus Tambang Mangan di Manggarai Timur

Oleh Frans Anggal

Inilah kondisi hari-hari terakhir di Serise, Desa Satarpunda, Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai Timur. Warga kembali mengerjakan kebun sambil tetap memantau lingko Rengge Komba milik mereka yang sebelumnya ditambang oleh PT Arumbai Mangabekti untuk eksploitasi dan prosesing mangan (Flores Pos Kamis 9 Desember 2010).

Langkah ini diambil warga setelah ada jaminan dari kepolisian bahwa pihak Arumbai tidak masuk lagi ke areal hak ulayat masyarakat. Demikian pula prosesing mangan tidak dilakukan lagi di tengah permukiman. Sebelumnya, karena ruang hidup mereka dicaplok Arumbai, warga menduduki dan memagari lokasi selama dua minggu. Penambangan dan pengapalan material mangan terhenti. Jumat 3 Desember 2010, polisi membongkar paksa pagar di lokasi.

Dengan adanya tindakan itu dan jaminan lokasi sengketa bebas dari aktivitas tambang, warga kembali berkebun. Pengangkutan dan pengapalan material tambang kembali normal. Sedangkan proses hukum jalan terus. Senin 6 November 2010, tua teno Serise Sipri Amon, tua panga Kasmir Brodus, Romo Charles Suwendi Pr dari JPIC Keuskupan Ruteng, serta Pater Matheus Batubara OFM dan Emil Sarwandi dari JPIC OFM Flores melaporkan dugaan tindak pidana Arumbai ke Polres Manggarai. Diterima langsung oleh Kapolres Hambali.

Ini langkah awal yang adil. Lokasi sengketa di-status-quo-kan, sambil menunggu penyelesaian secara hukum. Ada semacam moderasi di areal sengketa dari kedua belah pihak. Serise mengakhiri pendudukan dan pemagaran. Arumbai mengakhiri penambangan dan prosesing mangan. Meski hanya sementara, ini lebih adil dan karena itu lebih kondusif bagi penyelesaian masalah ketimbang skenario ala Pemkab Manggarai Timur.

Pemkab menginginkan gendang Serise dan gendang Satarteu selesaikan secara adat sengketa kepemilikan lingko Rengge Komba. Ini bertolak dari tesis pemkab bahwa masalah itu masalah tanah, bukan masalah tambang. Dengan kata lain: masalah Serise vs Satarteu, bukan Serise vs Arumbai. Kalau tesis ini diterima, kondisi seperti di atas tidak bakal tercipta. Kenapa?

Pertama, yang akan terjadi adalah irasionalitas. Sebab, kalau ini masalah Serise vs Satarteu, maka kedua gendang harus selesaikan, entah ke dalam (adat) atau ke luar (hukum). Fakta: antara Serise dan Satarteu tidak ada masalah. Lingko Rengge Komba itu milik Serise. Bagaimana mungkin dua pihak yang tidak bersengketa diminta menyelesaikan sesuatu yang tidak sedang mereka persengketakan. Ini menghina akal sehat.

Kedua, yang akan terjadi adalah ketidakadilan. Sebab, kalau ini bukan masalah Serise vs Arumbai, maka Arumbai menambang terus. Menambang di Lingko Rengge Komba milik Serise. Lingko yang tidak pernah Serise izinkan atau serahkan kepada Arumbai untuk ditambang. Penambangan itu merusakkan dan menghilangkan ruang hidup mereka. Kalau menambang terus, jelas Arumbai untung terus, sebaliknya Serise buntung terus.

Inikah yang diinginkan pemkab? Entahlah. Namun, yang jelas, inilah implikasinya kalau tesis pemkab diterima. Untung, masyarakat Serise menolaknya. Selain karena jujur, mereka cerdas. Kita bangga. Tapi juga kita sedih. Serise diterlantarkan. Oleh pemkab, dengan tesisnya itu. Juga oleh DPRD, yang terkesan satu tesis dengan pemkab.

Diterlantarkan, namun Serise tidak sebatang kara. JPIC dampingi mereka. Uskup kunjungi mereka. Di zaman emas teknologi komunikasi, derita mereka cepat menyapa wajah banyak orang, menyentuh hati banyak orang, menggerakkan kepedulian banyak orang. Mereka tidak sendirian. Jangan takut!

“Bentara” FLORES POS, Jumat 10 Desember 2010

Tidak ada komentar: