Penyelesaian Kasus Tambang di Manggarai
Oleh Frans Anggal
Ribuan massa dari STKIP St Paulus Ruteng, Stipas Ruteng, PMKRI, GMNI, JPIC, SSpS Flores Barat, dan Metodius melakukan demo memperingati Hari HAM Sedunia di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai, Jumat 10 Desember 2010. Mereka datangi Polres, Kejaksaan, dan DPRD, menuntut penuntasan penanganan kasus kerusakan lingkungan hidup akibat pertambnaagn yang menyebabkan masyarakat kehilangan hak-hak hidup (Flores Pos Sabtu 11 Desember 2010).
Di mapolres, mereka meminta klarifikasi kapolres tentang penanganan kasus tindak pidana perusakan hutan lindung Nggalak-Rego RTK 103 di Soga, Kecamatan Reok, yang dilakukan PT Sumber Jaya Asia (SJA) yang menambang mangan. Jawaban Kapolres Hambali cukup melegakan.
“Kasus SJA, saya sudah jelaskan kepada Pater Simon,” kata kapolres---maksudnya Pater Simon Suban SVD, Koordinator JPIC SVD Ruteng. “Kami masih terus selidiki kasus ini. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Berkas perkara mereka sudah diberikan kepada kejaksaan untuk diteliti. Berkas itu telah dikembalikan kepada kami untuk dilengkapi. Prosesnya sedang jalan.” Kapolres pastikan pemrosesan kasus ini tidak mungkin dihentikan di tengah jalan.
Terkesan menyenangkan, tapi sebetulnya jawaban itu jawaban ‘standar.’ Hampir semua kapolres omongnya begitu. Yakni: tidak ada yang ditutup-tutupi, kasus terus diselidiki, berita acara masih harus dilengkapi, tidak mungkin dihentikan, dst.
Coba cek kecepatan penangangannya. Untuk kasus orang besar, pasti lamban. Contoh kasat mata dipertontonkan Polres Mabar. Kasus eksplorasi tambang emas Tebedo dan Batu Gosok dilaporkan Geram pada 4 September 2009. Sudah satu tahun empat bulan. Eh, tersangkanya belum ada.
Padahal, bentuk pelanggaran dalam kasus ini sangat jelas: pelanggaran perda tata ruang (Batu Gosok) dan perambahan hutan lindung (Tebedo). Pelanggarnya sangat jelas: bupati pemberi izin kala itu (Wilfridus Fidelis Pranda) dan kuasa pertambangan. Bukti, saksi, semuanya sangat jelas. Yang tidak jelas hanya satu: kapolres! Klarifikasinya pun tidak masuk akal.
Ketika medio September 2010 Geram mendesak polres segera tetapkan tersangka, jawaban Kapolres Samsuri sangat menghina akal sehat. “Calon tersangkanya ada,” kata dia. “Hanya, untuk sementara, namanya masih kita rahasiakan. Nantilah.” Katanya lagi, BAP kasus Tebedo sudah dilimpahkan ke kejaksaan, namun dikembalikan untuk dilengkapi. Sudah P-19. Selangkah lagi lengkap (P21). Sedangkan BAP kasus Batu Gosok belum.
Bayangkan, tersangkanya belum ditetapkan (masih sebagai calon), tapi BAP-nya sudah dilimpahkan. Ini hukum acara dari planet mana? Pelimpahan BAP mengharuskan tersangka sudah ditetapkan (bukan calon tersangka!). Pemeriksaan tersangka inilah yang di-berita-acara-kan. Dan berita acara inilah yang dilimpahkan ke jaksa.
Tidak mungkin kapolres tidak pahami ini. Ia paham. Lalu, kenapa ia berlagak bodoh? Patut dapat diduga, ia sedang ‘melindungi’ orang besar: si mantan bupati dan investor. Kenapa pihak yang bentuk pelanggarannya jelas ini harus ia ‘lindungi’? Tidak perlu dijawab.
Ini sekadar catatan bagi perjuangan elemen civil society di Manggarai yang sedang mendesakkan penyelesiaan segera kasus SJA. Polres Manggarai perlu terus dikontrol dan didesak. Militansi gerakan perlu diperkuat. Berani tetap bertekad di bawah bayangan kegagalan. Berani tetap bertindak di bawah ancaman kekecewaan. Militansi selalu berarti komitmen. Selamat berjuang!
“Bentara” FLORES POS, Senin 13 Desember 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar