17 Desember 2010

Polres Sikka Ngawur!

Penanganan Kasus Pengadaan Pakaian Linmas

Oleh Frans Anggal

Massa dari berbagai elemen civil society Kabupaten Sikka mendatangi polres dan kejari di Maumere, Rabu 15 Desember 2010. Mereka mendesak tujuh orang yang terlibat kasus dugaan korupsi pengadaan pakaian linmas segera ditahan. Yakni. 5 anggota panitia swakelola dan 2 rekanan. Hingga kini, baru mantan kasat Pol PP Emanuel Hurint yang ditahan. Sudah 6 bulan ia mendekam dalam tahanan (Flores Pos Kamis 16 Desember 2010).

Kelima anggota panitia itu adalah Dominikus Dion, Petrus Pau, Yeremias Dewa, Kanisius Togo, dan Agustinus Akar. Sedangkan kedua rekanan adalah Stefanus Tanto alias Uccu dan Adi Junata.

“Kenapa lima anggota panitia swakelola yang sudah ditetapkan jadi tersangka belum ditahan? Kenapa Stefanus Tanto alias Uccu dan Adi Junata yang nyata-nyata menerima uang dan memegang uang tidak diproses? Kenapa Pak Emanuel Hurint yang tidak menerima dan tidak makan uang sedikit pun ditahan? Penanganan kasus ini sangat tidak adil, tebang pilih,” kata Maria T Daba, istri Emanuel Hurint.

Jawaban polres sudah bisa ditebak: jawaban standar dari Sabang sampai Marauke. Dalam menangani setiap kasus, penyidik bekerja secara profesional dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Begitu kata Wakapolres Eko Wagiyanto. Mari kita cek, konkretnya seperti apa. Tidak usah jauh-jauh. Simaklah jawabannya terhadap tiga pertanyaan istri Emenuel Hurint itu.

Kenapa Emanuel Hurint ditahan? Karena BAP-nya sudah lengkap. Kenapa lima anggota panitia swakelola belum ditahan? Karena BAP-nya belum lengkap. Kenapa dua rekanan tidak ditahan? Karena masih berstatus saksi.

Dengan jawaban “memprihatinkan” ini, kita tercengang-cengang. Inikah “bekerja secara profesional dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku” itu? Koq bisa ya, rujukan yang mendasari ditahan atau tidaknya tersangka adalah lengkap atau tidaknya BAP. Ini hukum acara pidana dari planet mana?

Kapan tersangka atau terdakwa dapat ditahan, KUHAP Pasa 21 Ayat 1 sudah mengaturnya. Yakni, jika adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau akan menghilangkan barang bukti, dan/atau akan mengulangi tindak pidana. Dalam seluruh pasal KUHAP tentang penahanan (pasal 20- 31) tidak satu pun ayat yang menyebutkan tersangka patut ditahan jika BAP-nya sudah lengkap. Ini hanya ada dalam “KUHAP”-nya Polres Sikka. Betul-betul ngawur!

Dengan kengawuran ini, kita jadi paham: pantas BAP kasus ini displit jadi dua, agar hanya BAP Emanuel Hurint-lah yang cepat lengkap sehingga ia cepat ditahan, sedangkan BAP 5 anggota panitia swakelola dibikin lamban, sehingga bisa melanggengkan status saksi 2 rekanan. Ujung-ujungnya nanti, 2 rekanan itu diluputkan, sehingga meluputkan orang besar di balik kasus ini. Siapa?

Istri Emanuel Hurint pernah bilang, yang bertanggung jawab adalah bupati dan sekda, saat itu dijabat Alexander Longginus dan Sabinus Nabu. ”Suami saya sebagai kasat pol PP waktu itu bekerja di bawah tekanan ... selalu diintervensi oknum-oknum pejabat” (Flores Pos Sabtu 24 Juli 2010). Tanggapan Longginus? ”Kepada polisi saya katakan, tanggung jawab saya dalam hal kebijakan saja. Apa ada kebijakan yang dikorup?” (Flores Pos Sabtu 24 Juli 2010).

Itu pertanyaan konyol. Kebijakan apa pun berpeluang korup dan dikorup! (“Bentara” Flores Pos Rabu 28 Juli 2010). Jangan-jangan polres ikut-ikutan konyol karena ini, sehingga terpaksa ngawur mendasarkan penahanan tersangka pada sesuatu yang tidak diatur KUHAP. Gawat ini polres.

“Bentara” FLORES POS, Kamis 16 Desember 2010

Tidak ada komentar: