16 Desember 2010

Bupati Matim Tolak Tambang

Dari Pertemuan Hotel Ibis Jakarta

Oleh Frans Anggal

Bupati Matim Joseph Tote menegaskan menolak tambang di wilayahnya. Penegasan itu disampaikannya pada pertemuan dengan warga Manggarai Raya di Jakarta umumnya dan Forum Manggarai Timur Jakarta, yang berlangsung di Hotel Ibis, Jakarta Barat, Jumat 10 Desember 2010 (Flores Pos Selasa 14 Desember 2010).

“Secara pribadi saya tadinya melihat pertambangan berpotensi meningkatkan kesejahteraan penduduk, tetapi setelah ada penolakan dari masyarakat, apalagi air sungai jadi hitam dan beberapa dampak buruk terhadap lingkungan sekitarnya, maka saya tolak tambang. Jadi, saya tidak akan pernah mengeluarkan izin tambang,” katanya, disambut tepuk tangan meriah.

Melalui grup facebook “Mari Bersama Tolak Tambang di Manggarai Raya” dan “Sejuta Facebookers Tolak Tambang di NTT”, Rm Karolus Jande Pr meneruskan hasil pertemuan itu. Antara lain, (1) Bupati Yoseph Tote tolak tambang. (2) Tinjau kembali seluruh proses izin tambang dan tak keluarkan izin baru. (3) Bentuk tim khusus mengkaji seluruh proses izin tambang. (4) Berdayakan masyarakat melalui pertanian organik, perikanan, pariwisata.

Bagi Manggarai Raya yang sudah mengalami buruknya pertambangan dan bagi Gereja Keuskupan Ruteng yang sudah jelas-tegas menolak tambang, pertemuan Ibis ini kabar gembira. Dua hal yang mencuat di sini: sikap dan tindakan bupati Matim. Sikap, berupa pernyataan: tolak tambang. Tindakan, berupa rencana: bagaimana tambang ditolak.

Sikap sang bupati lahir dari kesadaran yang teranyam oleh dua kenyataan. Pertama, kuatnya penolakan masyarakat. Kedua, janji tambang dan kenyataan tambang ternyata jauh panggang dari api. Tambang lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. Lebih sebagai kutukan ketimbang berkat. Dengan tambang, Matim pasti hancur. Tanpa tambang, Matim bisa makmur.

Dengan sikap itu, bupati sudah bisa lakukan satu hal: tidak terbitkan izin tambang baru. Izin tambang lama? Ini akan masuk tindakan yang masih berupa rencana. Johnny Plate, pengusaha yang salah satu core bisiness-nya bidang pertambangan, menyarankan moratorium (pembekuan) izin tambang yang masih berlaku. Yang penting pijakannya kuat.

“Caranya,” kata Johnny, “segera buat legal due diligence, technical due diligence, dan commercial due diligence. Termasuk kontribusi perusahaan tambang terhadap penerimaan daerah seperti pajak dan royalty atau bahkan deviden bagi BUMD dan khususnya multiplier effect terhadap ekonomi lokal. Juga apakah ada kegiatan CSR (corporate social responsibility) yang memadai. Bila dari kajian tiga aspek di atas hasilnya minus, artinya ada pelanggaran, maka segera bekukan izin tambang yang ada” (Flores Pos Rabu 15 Desember 2010).

Johnny Plate tawarkan salah satu jalan. Banyak jalan menuju Roma, kata pepatah. Yang penting, mau atau tidak ke Roma. Banyak jalan menuju Matim makmur tanpa tambang. Yang penting, mau atau tidak tanpa tambang. Bupati sudah ambil sikap. Tolak tambang. Matim bisa makmur tanpa tambang. Bali bisa, kenapa Matim tidak. Pertemuan Ibis menyebutkan pemberdayaan masyarakat, melalui pertanian organik, perikanan, dan pariwisata.

Dengan sikap tolak tambang, Bupati Yoseph Tote patut kita dukung. Tidak pertama-tama dengan memuji, tapi dengan mengingatkan dan mengawasinya. Sebab, kekuasaan cenderung jadi bobrok (power tends to corrupt). Psikolgi kekuasaan ini mengharuskan kita menjadi advocatus diaboli atau devil’s advocate. Menjadi setan, yang menyelamatkan penguasa, justru dengan cara mengganggunya terus-menerus.

“Bentara” FLORES POS, Kamis 16 Desember 2010

Tidak ada komentar: