24 Desember 2010

Sebuah Natal di Serise

Warga Tolak Parsel Perusahaan Tambang

Oleh Frans Anggal

Warga Serise, Desa Satarpunda, Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai Timur, menolak 36 parsel Natal dan Tahun Baru yang disiapkan PT Arumbai Mangabekti. Jumlah parsel sesuai dengan jumlah warga Serise karyawan PT Arumbai yang undurkan diri. Parsel diletakkan di kantor Arumbai, di tempat prosesing mangan, di tengah kampung (Flores Pos Kamis 23 Desember 2010).

Menurut Koordinator JPIC OFM Flores Pater Matheus Batubara OFM, biasanya parsel berisi gula pasir 2 kg, roti, biskuit 1 kaleng, permen 2 bungkus, dan sirup 1 botol. Warga kompak tidak datang mengambilnya. Petugas Arumbai pun mengantar dari pintu ke pintu. Mereka tetap menolak. “Lebih baik makan pisang daripada makan parsel,” kata tua teno Serise, Sipri Amon.

Ini untuk kedua kalinya warga Serise menunjukkan sikap luar biasa. Sebelumnya, 36 warga karyawan PT Arumbai undurkan diri. Ini buntut dari demo yang mereka lakukan bersama masyarakat adat. Karyawan yang ikut aksi itu 13 orang. Mereka dipanggil menghadap. Mereka menolak, lalu mengambil sikap berhenti sebagai karyawan. Solider dengan sesama saudaranya, 23 karyawan lain undurkan diri (Flores Pos Senin 15 Oktober 2010).

Mengapa mereka menolak parsel? Alasannya tidak terungkap dalam berita. Bisa dimaklumi. Mereka hanyalah orang-orang kecil yang tak pandai berkata-kata. Namun, kalau ditelusuri, alasan mereka sama seperti alasan Pater Franz von Magnis SJ dan Goenawan Mohhamad ketika menolak “parsel” Bakrie Award.

Tahun 2007, Franz Magnis menolak Bakrie Award. Alasannya: penghargaan itu berasal dari keluarga Bakrie. Keluarga Bakrie merupakan pemilik mayoritas PT Lapindo Brantas yang sedang bermasalah dengan semburan lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Menurut Franz Magnis, penolakannya merupakan bentuk pembelaan terhadap nilai kemanusiaan, karena banyak korban lumpur Lapindo yang masih menderita di Sidoarjo.

Tahun 2010, Goenawan Mohammad mengembalikan penghargaan Bakrie Award yang diterimanya pada 2004. Pendiri majalah TEMPO itu kecewa dengan Aburizal Bakrie, penanggung dana penghargaan itu, yang merasa tidak bersalah atas kasus lumpur Lapindo. Goenawan juga mempersoalkan hengkangnya Sri Mulyani dari Menteri Keuangan karena terkait persoalan Aburizal Bakrie.

Bakrie Award telah menjadi agenda rutin sejak 2003. Diberikan kepada orang-orang yang dianggap telah memiliki karya terbaik di berbagai bidang: pendidikan, budaya, sosial, dan bidang lainnya. Masing-masing peraih penghargaan mendapat hadiah Rp100 juta.

Orang-orang Serise adalah korban tambang mangan PT Arumbai, semacam Lumpur Lapindo-nya Flores. Mereka orang sederhana, orang kampung. Namun, dalam bersikap, duhai, mereka sekaliber filosof Franz Magnis Suseno dan budayawan Goenawan Mohammad.

Seperti Franz Magnis, dengan menolak parsel Arumbai mereka membela nilai kemanusiaan mereka yang terinjak. Mereka ingin tetap mempertahankan ruang hidupnya yang dirampas tambang, dikeruk, dihancurkan. Seperti Goenawan Mohammad, mereka mengecam sikap Arumbai yang merasa tidak bersalah.

Betapa mereka telah tercerahkan. “Terang yang sesungguhnya sedang datang ke dalam dunia” (Yoh 1:9). Ia telah datang ke Serise, dan tinggal di antara mereka. Sebuah Natal!

“Bentara” FLORES POS, Jumat 24 Desember 2010

Tidak ada komentar: