22 Desember 2010

YOGA Jangan Goyah!

Kebijakan Tolak Tambang Manggarai Timur

Oleh Frans Anggal

Forum Masyarakat Manggarai Timur Jakarta (Formata) telah membentuk tim pengkajian tambang yang akan mulai bekerja paling lambat Januari 2011. Pemilihan personel dilakukan di Restoran Ondihon, Jakarta Timur, 17 Desember 2010 (Flores Pos Selasa 21 Desember 2010).
.
Tim betugas meneliti berbagai dokumen di bidang hukum yang dimiliki perusahaan tambang di Manggarai Timur. “Juga mengkaji aspek lain dan dampaknya, yaitu aspek ekonomi, aspek teknik, dan aspek sosial dari perusahaan tambang bersangkutan,” kata Ketua Umum Formata Ino Samsu.

Keanggota tim bersifat terbuka. Formata akan menyertakan pesonel lain sesuai dengan kebutuhan lapangan. Juga akan bekerja sama dengan pihak lain, namun tetap independen. Pendanaan, misalnya, akan ditanggung sendiri oleh tim.

Dirunut ke belakang, ada dua peristiwa penting yang merupakan starting point pembentukan tim ini. Pertama, pertemuan warga Manggarai Raya Jakarta dengan Uskup Ruteng Mgr Hubertus Leteng di Jakarta, 13 November 2010. Kedua, pertemuan warga Manggarai Raya Jakarta, Formata khususnya, dengan Bupati Matim Yoseph Tote di Hotel Ibis, Jakarta Barat, 10 Desember 2010.

Pada pertemuan pertama, Uskup Hubert berkata: “Saya telah lihat dengan mata kepala sendiri dampak buruk bagi masyarakat di lokasi tambang dan juga terhadap lingkungan sekitar. Karena itu, saya tolak tambang.” Pada pertemuan kedua, Bupati Yoseph Tote berkata: “Secara pribadi saya tadinya melihat pertambangan berpotensi meningkatkan kesejahteraan penduduk, tetapi setelah ada penolakan dari masyarakat, apalagi air sungai jadi hitam dan beberapa dampak buruk terhadap lingkungan sekitarnya, maka saya tolak tambang” (Flores Pos Selasa 14 Desember 2010).

Uskup tolak tambang. Bupati tolak tambang. Ini kabar gembira bagi Manggarai Timur, sebelumnya hanya bagi Manggarai Barat. Sama-sama tolak tambang, namun uskup dan bupati berbeda tupoksi.

Uskup sebagai pucuk gereja institusi merupakan ‘ahli bidang kemanusiaan’ (an expert in humanity). Tugasnya: mengajak politik (kebijakan pertambangan) menuju dimensi kemanusiaan, yang memberikan penghargaan pada harkat dan martabat manusia serta keutuhan ciptaan. Kekuatan spiritualnya mengoreksi politik yang diselewengkan, agar beralih dari kepentingan diri dan kelompok menuju kebaikan bersama dan kesejahteraan umum.

Uskup sudah, sedang, dan akan terus lakukan itu. Kini giliran bupati-wabup Yoseph Tote dan Andreas Agas (YOGA). Tantangannya tidak gampang. Sangat boleh jadi, DPRD secara perseorangan atau lembaga bersikap lain. Gejala ini sudah tampak di Manggarai Barat. DPRD tercerai-berai karena duit. Kalau itu terjadi di Manggarai Timur, YOGA jangan goyah!

Kalau memang terdesak, jatuhkan pilihan hanya pada rakyat. Sebab, dalam politik, kedudukan ontologis rakyat lebih tinggi. Politik bisa tetap berlangsung tanpa DPRD, tapi tidak mungkin tanpa rakyat. Dari sistem demokrasi kita saat ini, de facto DPRD bukanlah representasi mandat mutlak kehendak rakyat. Sebab, legitimasinya melalui pemilu tidak sepenuhnya dari rakyat, tetapi juga dari KPU (pembagian sisa suara, dll) dan dari partai (recall, dll).

Sebaliknya, pada bupati-wabup yang dipilih langsung. Legitimasinya sepenuhnya dari rakyat. Rakyat memberikan mandat mutlak. Maka, sesungguhnya, bupati-wabup-lah pengemban peran representasi. Sedangkan DPRD, pengemban peran delegasi. Karena itu, maju terus YOGA! Anda tidak sendirian. Ada rakyat. Ada uskup. Ada berbagai elemen civil society. Kini ada tim pengkajian tambang bentukan Formata yang siap membantu. Takut bikin apa! Maju!

“Bentara” FLORES POS, Rabu 22 Desember 2010

Tidak ada komentar: