27 Agustus 2009

Beranikah Kadishut Mabar?

Eksplorasi Tambang Rambah Hutan Tutupan

Oleh Frans Anggal

Di tengah kesemarakan HUT Proklamasi 17 Agustus 2009, ‘kesemarakan’ lain berlangsung di Tebedo, Mabar. Di sana, jauh dari pantauan umum, ekonomi sedang memangsa ekologi. Melalui monster pertambangan, lingkungan hidup kawasan itu sedang dirusakkan.

Minggu 16 Agustus, tim investigasi Geram bersama JPIC SVD Ruteng melakukan investigasi. Temuannya? Pertama, eksplorasi tambang emas sudah berjalan. Sudah digali sekitar 12 parit uji dengan panjang 7-100 meter, lebar 4-10 meter, dalam 4-10 meter. Kedua, penggalian parit sudah sampai memunculkan 3-4 sumber mata air. Ketiga, eksplorasi sudah merambah 500-700 meter hutan tutupan Nggorang Bowosie RTK 108.

Ini mengejutkan tim investigasi. Mengejutkan Koordinator JPIC SVD Ruteng P Simon Suban Tukan SVD. Mengejutkan Wakil Ketua Umum Geram Fery Adu. Mengejutkan Tu’a Golo Tebedo Damianus Sati. Kerusakan sudah parah. Padahal, baru ekplorasi, belum eksploitasi. Apa sikap mereka?

Damianus Sati menyatakan, tidak akan mengizinkan sejengkal pun tanah ulayatnya dieksploitasi. Pater Simon dan Fery Adu bertekad akan terus mendorong pemkab menghentikan aktivitas tambang yang jelas-jelas merusak lingkungan dan mengancam keselamatan kehidupan di sekitarnya. Aktivis Geram Pater Marsel Agot SVD melontarkan pertanyaan ke Kadis Kehutanan Edward via sebaran SMS pada momen HUT kemerdekaan Senin 17 Agustus:

Pertama, apa tindakan dinas kehutanan terhadap pelanggaran yang sudah dan sedang dilakukan investor tambang? Sebagai bahan perbandingan, warga yang kedapatan memotong sebatang pohon di wilayah hutan tutupan dihukum berat. Kedua, bagaimana usaha dinas kehutanan Mabar menyelamatkan sumber air baik untuk Tebedo maupun untuk kebutuhan masyarakat sekitar termasuk Labuan Bajo?”

Seandainya Kadishut Edward bersedia menjawab, apa kira-kira yang dapat ia katakan? Entahlah. Jangan-jangan ia berkelit, sebagaimana dilakukannya dengan ‘sukses’ di hadapan Menhut MS Kaban di Labuan Bajo, Jumat 17 Juli. Saat itu menhut menanyaankan letak lokasi tambang mangan di Nggilat yang menurut laporan Geram sudah masuk ke wilayah hutan. Apa jawaban Edward? Lokasi tambang itu 50 meter di luar hutan! Terkesan, jarak sebegini dianggapnya tidak apa-apa, tidak mengancam hutan. Satu sentimeter sekalipun, yang penting di luar hutan.

Kemungkinan lain, jawabannya akan mengulangi jawabannya dalam rapat paripurna DPRD Jumat 7 Agustus: “... Jika betul (eksplorasi tambang emas di Tebedo sudah merambah hutan), langkah yang kita tempuh tidak keluar dari aturan.” Maksudnya apa, tidak jelas. Mudah-mudahan maksudnya itu seperti penegasan Menhut MS Kaban di Labuan Bajo, Jumat 17 Juli. “Kalau tambang masuk dalam kawasan hutan, itu langsung diproses hukum oleh pihak kehutanan, karena itu sudah pidana.”

Pertanyaan sekarang: beranikah Edward? Beranikah ia mempidana investor perambah hutan? Sebagaimana ia gagah berani memproses hukum warga yang kedapatan memotong sebatang pohon di wilayah hutan tutupan? Cuma dia yang tahu jawabannya.

Yang kita khawatirkan, dia akan memilih diam ala Kepala Badan Lingkungan Hidup Rafael Arhat. Arhat tidak mau berpendapat dan bersikap tentang tambang karena merupakan kebijakan atasan. Lagipula, sang atasan, Bupati Fidelis Pranda, sudah menyatakan dalam rapat dengar pendapat dengan DPRD Selasa 23 Juni bahwa tambang itu bukan monster. Bawahan mana yang berani beda?

“Bentara” FLORES POS, Kamis 20 Agustus 2009

Tidak ada komentar: