Interupsi Anggota DPR RI Cyprianus Aur
Oleh Frans Anggal
Anggota DPR RI Cyprianus Aur melakukan ‘interupsi komodo’ dalam sidang paripurna di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 3 Agustus 2009. Saat Ketua DPR Agung Laksono baru memulai sidang, Cypri berdiri. “Interupsi, Pak Ketua. Tentang pemindahan komodo ke Pulau Bali. Saya sebagai warga NTT minta SK Menhut itu dicabut.”
Cypri terus berdiri sampai Ketua DPR menanggap. “Nanti surat itu akan ditindaklanjuti,” kata Laksono. Itu baru Cypri duduk. Rapat paripurna tentang susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD pun dilanjutkan.
Interupsi ini mendapat beragam reaksi. Wajar. Banyak kepala, banyak pendapat. Seperti dilansir detic.com: beberapa anggota dewan tersenyum. Lainnya tertawa terbahak-bahak. Apa arti senyum dan tawa mereka?
Wartawan detik.com yang meliput dan merasakan atmosfer ruang rapat rupanya bisa menangkapnya. Ini tampak dari judul dan terutama teras berita yang kental memuat opini si wartawan. Opininya memberi latar bagi senyum dan tawa ngakak itu. Dengannya, pembaca mudah mengartikannya sebagai penertawaan sesama anggota dewan terhadap si pelaku interupsi.
Coba simak judul beritanya: “Ada Interupsi ‘Komodo’ di Paripurna Susduk”. Teras beritanya: “Interupsi memang sudah menjadi kebiasaan dalam rapat-rapat paripurna di gedung DPR. Namun terkadang topik interupsi anggota dewan itu tidak sesuai dengan materi yang dibahas. Misalnya saja pertanyaan tentang komodo dalam paripurna susduk.”
Teras berita adalah alinea awal berita yang adalah juga inti berita. Justru pada bagian inilah si wartawan memberikan penilaiannya terhada peristiwa, sekaligus memprakondisikan agar penilaian pembaca sejalan dengan peniliannya itu. Bahwa: pelaku interupsi itu konyol. Agenda sidangnya lain, nyerocosnya lain. Agendanya susduk, ngomongnya komodo. Karenanya, ia pantas ditertawakan.
Dari sisi jurnalistik, berita seperti ini tidak fair. Si wartawan mencampuradukkan fakta dan opini pribadi serta menggiring opini pembaca. Selain itu, pihak yang dirugikan, dalam hal ini Cypri Aur sebagai pelaku interupsi dan objek pemberitaan, tidak diberi hak jawab guna menjelaskan posisinya. Ia sungguh dirugikan. Oleh berita seperti ini ia seakan-akan begitu konyolnya.
Pertanyaan kita sekarang: apa benar ia konyol seperti yang dicitrakan itu? Justru sebaliknya! Ia cerdas. Cypri Aur akomodatif dan aspiratif. Ia tangkap kegelisahan konstituen dan sampaikan tuntutan mereka: cabut SK Menhut tentang pemindahan komodo Flores ke Bali. Itu ia sampaikan pada waktu dan tempat yang tepat: di awal sidang paripurna DPR. Sehingga, resonansinya kuat (makanya diberitakan) dan dampaknya nyata karena langsung dijawab oleh ketua DPR: akan ditindaklanjuti.
Bahwa materi interupsi tidak sesuai dengan agenda paripurna, itu tidak salah, karena tidak ada aturan yang mewajibkannya sesuai. Justru karena tidak sesuai itulah maka interupsi dilakukan awal-awal sebelum mulai dibahasnya agenda sidang. Kalau tunggu sesuai dulu baru interupsi, itu mimpi. Kapan DPR gelar paripurna dengan agenda komodo Flores? Tunggu komodo bertanduk.
Oleh karena itu, ‘interupsi komodo’ yang dilakukan Cypri Aur sangatlah tepat. Ia tidak konyol. Yang konyol justru si wartawan karena beritanya ngawur. Juga sesama wakil rakyat yang tertawa terbahak-bahak itu. Pepatah Latin bilang, “Risus abundat in ore stultorum”. Gelak tawa berlebihan ada pada mulut orang-orang bodoh.
“Bentara” FLORES POS, Rabu 5 Agustus 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar