09 Oktober 2009

Ngada dan Percaloan CPNSD

Demo Para Tenaga Honorer

Oleh Frans Anggal

Sekitar 20 tenaga honorer yang selama ini mengabdi di berbagai instansi Setda Ngada mendatangi DPRD, Senin 5 Oktober 2009. Ini aksi kesekian kalinya sejak tahun lalu. Mereka menuntut penuntasan kasus dugaan penyimpangan rekrutmen CPNSD di Setda Ngada.

Dugaan penyimpangan, antara lain, meloloskan tenaga honorer yang tidak masuk data base. Meloloskan tenaga honorer siluman. Dan meloloskan orang yang menggunakan ijazah palsu.

DPRD akan lakukan rapat internal sebelum bahas kasus ini bersama eksekutif. DPRD akan pelajari temuan inspektorat tentang kejanggalannya. Bila pemerintah tidak selesaikan dalam tenggat yang diberikan, DPRD akan bentuk pansus.

Ini kasus percaloan CPNSD. Taruhlah, akan diproses hukum. Apa hasilnya? Boleh jadi akan sama dengan sebelumnya, kasus percaloan juga, yang diproses sebagai kasus korupsi. Ujungnya, vonis bebas bagi dua terdakwa dari Dinas PPO dan BKD. Alasan majelis hakim: tidak semua unsur tindak pidana korupsi yang didakwakan jaksa terpenuhi.

Jaksa mendakwa dengan pasal 11 UU No 31/1999. Pasal ini melarang pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima hadiah atau janji karena ada hubungan kekuasaan dan kewenangan atau jabatan yang ada padanya ATAU menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dengan jabatan atau kewenangannya.

Dengan kata ATAU (sengaja dikapitalkan) maka pasal ini mempersyaratkan dua hal secara opsional: syarat objektif dan syarat subjektif. Syarat objektif: “... ada hubungan kekuasaan dan kewenangan atau jabatan yang ada padanya.” Syarat subjektif: “...menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dengan jabatan atau kewenangannya.”

Karena sifatnya opsionalnya, dua syarat ini tidak harus dipenuhi serempak. Cukup salah satunya terpenuhi maka terdakwa sudah harus divonis bersalah. Apa yang kemudian terjadi?

Salah satu terdakwa divonis bebas hanya karena ia staf biasa. Alasan majelis hakim: ia bukan pemangku kekuasaan dan kewenangan atau jabatan seperti yang disyaratkan pasal 11 UU No 31/1999, meskipun benar ia menerima uang dari 13 tenaga honorer agar nama mereka dimasukkan ke dalam data base ke BKN untuk diangkat menjadi PNS. Jadi, terdakwa divonis bebas karena perbuatannya tidak memenuhi syarat objektif pasal 11 UU No 31/1999.

Majelis hakim mengabaiakn dua hal di sini. Pertama, fakta hukum adanya penyuapan. Kedua, syarat subjektif pasal 11 UU No 31/1999. Yaitu, pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji, dalam hal ini pikiran para tenaga honorer yang menyetor uang kepada terdakwa. Dalam pikiran mereka, perbuatan terdakwa menerima dan meneruskan uang ada hubungannya dengan jabatan atau kewenangannya.

“Bentara” Flores Pos Kamis 5 Maret 2009 menilai vonis bebas ini janggal. Juga, bisa menjadi presedan buruk. Majelis hakim seakan-akan mengesahkan praktik percaloan CPNSD. Seakan-akan, setiap PNS boleh menjadi calo CPNSD, asalkan sebagai staf biasa.

Terbukti sekarang. Berulang! Mungkin karena vonis janggal itu. Merunut logika vonis itu maka: loloskan tenaga honorer yang tidak masuk data base, tak apa-apa! Loloskan tenaga honorer siluman, tak apa-apa! Loloskan orang yang menggunakan ijazah palsu, tak apa-apa! Asalkan, dilakukan oleh staf biasa!

“Bentara” FLORES POS, Rabu 7 Oktober 2009

Tidak ada komentar: