Tercemarnya Perayaan 10 Tahun Otonomi Lembata
Oleh Frans Anggal
DPRD Lembata persoalkan bisnis baju kaos oleh Perusahaan Daerah (PD) Purin Lewo. Bajo ini wajib dibeli PNS, Rp100 ribu per lembar. Pewajiban lahir dari surat Sekda Petrus Toda Atawolo. DPRD menilai, ini pemerasan terhadap PNS. Ada deal bisnis pemerintah dan perusahaan daerah. Motif kaos itu pun bukan motif Lembata, tapi motif Sumba.
DPRD akan panggil sekda. Apa kata sekda, akan terungkap nanti. Yang sudah bicara hanya Direktur PD Purin Lewo, Enzo Korohama. Dia bantah motif kaos itu motif Sumba. Itu motif kain tenun Lembata. Lalu, deal bisnis baju kaos itu? Ia juga bantah.
Kata Korohama, pengadaan kaos ini terkait perayaan 10 tahun otonomi Lembata 12 Oktober 2009. Namanya perayaan, butuh duit. Pada rapat pembentukan panitia, Purin Lewo ditunjuk jadi seksi usaha dana. Muncullah gagasan baju kaos. Jumlahnya 4 ribu. Untungnya Rp160 juta. Panitia dapat Rp85 juta. Purin Lewo dapat Rp75 juta.
Dengan penjelasan ini, Korohama membantah bantahannya sendiri. Dia bilang tidak ada deal bisnis. Lalu, pembagian keuntungan itu? Itu apa kalau bukan deal bisnis? Deal itu kata Inggris. Sebagai kata benda, deal = perjanjian, transaksi. Sebagai kata kerja, deal = membagi, memberi.
Jelas, makna kata deal yang notabene dibantah Korohama justru terpenuhi sempurna. Ada “perjanjian” untuk “membagi” keuntungan antara Purin Lewo dan panitia yang notabene pemerintah juga. Panitia dan pemerintah di sini hanya dua sisi dari mata uang yang sama. Buktinya, surat Sekda Atawolo. Mewajibkan PNS beli baju kaos. Saat bikin surat, dia pemerintah. Saat terima pembagian keuntungan, dia panitia. Bolak-balik, sama juga.
Atas dasar ini, pernyataan DPRD bahwa ada deal bisnis antara pemerintah dan perusahaan daerah sangatlah masuk akal. Lebih daripada sekadar deal, ada kata “bisnis” di sana. Bisnis baju kaos. Sah-sah saja. Cari dan dapat untung pun sah-sah saja. Namanya juga bisnis ya cari untung. Masalah timbul ketika mencari dan mendapat untung itu tidak atas hukum bisnis itu sendiri: hukum penawaran dan permintaan.
Itulah yang terjadi pada bisnis baju kaos di Lembata. Untuk dapat untung, mekanismenya bukan penawaran dan permintaan, tapi pewajiban. Pewajiban itu lahir dari surat Sekda Atawolo. Dengan surat ini maka kebebasan, yang justru dipersyaratkan oleh hukum penawaran dan permintaan, menjadi hilang. Karena menyebabkan hilangnya kebebasan, maka surat Sekda Atawolo merupakan sebuah pemaksaan. Karena pemaksaan ini bertujuan mendatangkan keuntungan, maka yang dilakukannya itu adalah pemerasan.
Dengan dasar ini, penilaian DPRD benar. Surat Sekda Atawolo itu pemerasan terhadap PNS. Yang juga menyakitkan, keuntungan pemerasan bukan hanya untuk panitia, tapi juga untuk Purin Lewo. Artinya? Perusahaan daerah ini bukannya membantu, tapi malah menunggangi perayaan 10 tahun otonomi Lembata untuk keuntungannya sendiri.
Dan sekda, selaku pembina PNS di daerah, tega-teganya paling depan dalam pemerasan ini. Dia pembina ataukah pembinasa PNS? Yang dilakukannya itu mencemarkan makna luhur perayaan 10 tahun otonomi Lembata. Menyedihkan, kalau perayaan penuh makna ini didanai uang tidak halal. Uang hasil pemerasan. Skandal ini tidak dapat dibenarkan, apalagi dibiarkan.
“Bentara” FLORES POS, Kamis 8 Oktober 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar