26 Oktober 2009

Mobil Dinas: Belajar dari Ende

Mobil Dinas Diparkir di Kantor

Oleh Frans Anggal

Petugas kesehatan di Kabupaten Manggarai memanfaatkan mobil puskesmas keliling (pusling) lebih banyak untuk urusan pribadi. Akibatnya, pelayanan kesehatan masyarakat tidak berjalan sesuai dengan harapan. Padahal, mobil pusling diadakan untuk memudahkan pelayanan ke desa-desa terpencil.

Persoalan ini diangkat anggota DPRD Manggarai Ansel Odi pada seminar “Keperawatdaruratan Persalinan” di RSUD Ruteng, Sabtu 17 Oktober 2009. Ia menanggapi materi Kadiskes Yulianus Weng tentang revolusi KIA yang juga menyentil soal ini. Masih banyak perilaku petugas medis yang tidak patut dicontohi, kata Weng. Khususnya dalam menggunakan sarana dan prasarana yang diadakan pemerintah.

“Kita sudah panggil mereka. Kita sudah berikan teguran. Seluruh kepala puskesmas telah diimbau agar memakai mobil pusling sesuai dengan peruntukannya guna melayani masyarakat di desa-desa,” kata Weng, seperti diwartakan Flores Pos Kamis 22 Oktober 2009.

Menegur yang melanggar. Mengimbau yang belum. Itulah langkah sang kadiskes. Langkah umum, biasa, seragam. Di mana-mana begitu. Dan, karena hanya begitu, pelanggaran selalu berulang. Keberulangan menunjukkan, tegur dan imbau saja tidaklah cukup. Mesti ada langkah lain. Apa?

Di Kabupaten Ende, jawabannya jelas dan tegas. Semua mobil dinas disimpan di kantor! Bukan di rumah kepala! Ende berlakukan ini sejak Bupati Don Wangge dan Wabup Achmad Mochdar mulai memimpin April 2009. Sebagai birokrat, mereka sadar: tegur dan imbau saja tidak cukup. Hebatnya, mereka tidak berhenti di situ. Mereka bertindak. Konkret, jelas, tegas, efektif.

Di Ende saat ini, tidak terlihat lagi mobil dinas ‘berkeliaran’ di luar jam dinas untuk urusan yang bukan dinas. Sebelumnya? Alamak! Mobil dinas, sopir dinas, tapi urusannya pribadi. Anggaran daerah terkuras. Kasihan juga sopirnya. Kerja di luar ketentuan 7 jam sehari. Syukur kalau dikasih gaji ekstra oleh kepala. Kalau tidak? Dia akan ‘makan’ apa yang bisa ‘dimakan’ dari mobil. Yang paling mudah dan rutin, ‘makan’ bahan bakarnya. Sebagian masuk tangki , sebagian masuk saku.

Penyalahgunaan seperti ini kini semakin sulit terjadi di Ende. Bupati dan wabup tidak perlu capek-capek menegur dan mengimbau. Sebab, mereka telah temukan titik simpul persoalan. Simpul inilah yang mereka bongkar. Efeknya berganda. Banyak pihak diselamatkan. Si kepala diselamatkan dari godaan penyalahgunaan sarana/prasarana daerah. Si sopir diselamatkan dari kesempatan memanipulasi dana kebutuhan mobil. Dia juga diselamatkan dari kesempatan dimanipulasi waktu dan tenaganya oleh kepala. Dan, tentu, daerah diselamatkan dari peluang pemborosan anggaran.

Dalam audiensi dengan pimpinan Flores Pos, Senin 19 Oktober 2009, Bupati Don berjanji akan membeberkan besaran penghematan anggaran berkat pemberlakukan aturan ini. Yang pasti tidak kecil. Dari anggaran bahan bakar dan ban saja, jumlahnya sudah bisa bikin kita tercengang.

Manggarai bisa meniru Ende. Dengan demikian, Kadiskes Yulianus Weng tidak perlu capek-capek menegur dan mengimbau para kepala puskesmas. Kuncinya, mulai dari atas. Dari bupati dan wabup. Dari kepala SKPD. Kalau ini jalan, yang di bawah gampang ikut. Masalahnya, justru ini. Yang di atas tidak kasih contoh. Padahal, ibarat menyapu tangga, mulainya harus dari atas. Sebab, ibarat ikan, busuknya mulai dari kepala.

“Bentara” FLORES POS, Sabtu 24 Oktober 2009

Tidak ada komentar: