26 Oktober 2009

Kelas Jauh, Rugi Dobel, Lalu?

Kasus UMK Kampus III Maumere

Oleh Frans Anggal

Sepekan lebih kemelut di Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK) Kampus III Maumere belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Sejak Kamis 16 Oktober 2009, Forum Mahasiswa Peduli Keadilan (FMPK) terus beraksi. Dari menyegel kampus dan orasi hingga mosi tidak percaya kepada pengelola kampus. FMPK menuntut rektor UMK di Kupang datang ke Maumere, menyelesaikan persoalan yang mereka angkat.

Salah satu persoalan utama diwartakan Flores Pos Jumat 23 Oktober 2009. Badan Kepegawaian Nasional (BKN) menolak penyesuaian ijazah 8 PNS yang bertugas di Kabupaten Sikka. Alasan BKN, mereka mengantongi ijazah kelas jauh UMK Kampus III Maumere.

BKN mengacu pada edaran Dirjen Dikti 1996 berdasarkan keputusan Mendikbud 1991. Bahwa, penyelenggaran kelas jauh tidak dibenarkan. Itu berarti ijazah kelas jauh tidak diakui. Ini kasus kelas berat. Porsinya rektor. Masuk akal, FMPK menuntut rektor hadir. Tapi, kata rektor, ia masih sibuk. Maka, klarifikasi persoalan tertunda. Aksi FMPK jalan terus.

Kelas jauh sudah lama dilarang. Pelarangannya berulang-ulang pula lewat edaran dan pengumuman Dirjen Dikti. Edaran ditujukan kepada penyelanggara dan pihak terkait. Sedangkan pengumuman ditujukan kepada masyarakat luas. Edaran dan pengumuman itu selalu menegaskan satu hal: kelas jauh dalam bentuk apa pun tidak dapat dibenarkan! Yang dibenarkan hanyalah pendidikan jarak jauh, bukan kelas jauh, yang selama ini ditangani oleh Universitas Terbuka.

Kenapa kelas jauh dilarang? Banyak hal yang diabaikan di sana. Pertama, dosen. Dosen harus selalu berada di kampus dan sewaktu-waktu dapat dihubungi mahasiswa. Kedua, perpustakaan. Sumber dan bahan pembelajaran ini mesti tersedia. Ketiga, laboratorium. Fasilitas yang diharuskan oleh bidang studi tertentu ini pun harus ada.

Pada kelas jauh, ketiga tuntutan itu tidak terpenuhi. Dengan demikian, kegiatan akademik tidak optimal. Dampaknya, para mahasiwa tidak terlatih baik untuk berpikir menurut disiplin ilmiah dan nalar keilmuan. Pada diri mereka tidak berkembang memadai ‘kekuatan nalar individual’ (the power of individual reason). Padahal, kekuatan nalar ini penting untuk menyusun konsep. Penting untuk menjadikan mereka ‘manusia penganalisis’ (man of analysis). Inilah hakikat perguruan tinggi.

Oleh tiga kelemahan tadi, kelas jauh justru menjauhi hakikat perguruan tinggi itu. Para mahasiswanya pun dijauhkan dari citra dan kiprah man of analysis. Yang bisa mereka lakukan paling beraksi sebagai ‘manusia rapat umum’ (man of public meeting) dan ‘manusia tukang pidato’ (man of public speaking). Dalam aksi demo, modal utamanya itu, ditambah megafon.

Memprihatinkan. Para mahasiswa telah dibodohkan oleh kelas jauh. Selain itu, mereka dikorbankan. Waktu, tenaga, dana, dihabiskan untuk sebuah proses pendidikan tidak bermutu. Sedihnya, sudah tidak bermutu, ijazahnya pun tidak diakui. Rugi dobel!
Kisah 8 tamatan UMK Kampus III Maumere yang ijazahnya tidak diakui BKN sudah bercerita banyak. Betapa masyarakat kita mudah dibodohkan dan dikorbankan oleh perguruan tinggi yang hanya ingin cari untung. Perguruan tinggi seperti ini telah meninggalkan jatidirinya. Menjadi sekadar ‘pasar ijazah’, ‘pasar gelar’, ‘pusat perbelanjaan’, bukan lagi ‘pusat keunggulan’ (center of excellence).

Cara seperti ini sudah melanggar hukum dan etika. Pemerintah perlu segera mengambil sikap dan langkah tegas.

“Bentara” FLORES POS, Senin 26 Oktober 2009

Tidak ada komentar: