30 Oktober 2009

Erni Manuk Minta Dilantik

Masih Jadi Tahanan Polres

Oleh Frans Anggal

Theresia Abon Manuk alias Erni Manuk minta izin kapolres Lembata agar ia diperbolehkan hadir untuk dilantik menjadi anggota DPRD Lembata gelombang kedua Rabu 28 Oktober 2009. Sebelumnya, pada pelantikan gelombang pertama 1 September, ia tidak diizinkan keluar tahanan. Putri Andreas Duli Manuk bupati Lembata ini adalah tersangka kasus pembunuhan berencana Yoakim Langoday.

Besar kemungkinan, kapolres tidak memberi izin. Alasannya dapat diduga. Sama seperti sebelumnya: situasi keamanan tidak kondusif. Lagipula, dalam rapat paripurna beberapa waktu lalu, DPRD Lembata tidak mengagendakan pelantikan Erni. Yang dilantik kali ini hanya pimpinan definitif DPRD dan dua anggota dari Partai Penegak Demokrasi Indonesia.

Meski demikian, salah seorang kuasa hukum Erni, A. Rahman, melihat dari sisi lain. “Ini soal hak asasi manusia (HAM). Kita menghormati asas praduga tak bersalah. Erni Manuk belum bisa dikatakan bersalah karena belum ada keputusan tetap dari pengadilan. Jadi, kita minta izin untuk dilantik karena ini soal hak,” kata Rahman, diwartakan Flores Pos Rabu 28 Oktober 2009.

Benar. Seseorang belum boleh dianggap bersalah sebelum vonis berkekuatan hukum tetap menyatakannya bersalah. Itulah asas ‘praduga tak bersalah’ (presumption of innocence). Asas ini bertolak dari dua hal. Pertama, hak warga. Orang yang dicurigai mempunyai hak untuk dianggap tidak bersalah sampai alat negara membuktikan kesalahannya. Kedua, potensi kesewenang-wenangan negara dan dapat khilafnya alat-alat negara.

Tentang (potensi) kesewenang-wenangan negara dan (dapat) khilafnya alat-alat negara, rezim Orde Baru punya banyak cerita. Tak perlu dilitanikan di sini. Intinya: yang diberlakukan bukan lagi asas ‘praduga tak bersalah’, tapi asas ‘praduga harus dihukum’. Maka: orang tidak dibebaskan, justru untuk dibuktikan bahwa dia bersalah. Bahkan, orang tidak dibebaskan, justru karena tidak cukup bukti bahwa dia bersalah.

Lawan-lawan politik Orde Baru mengalami itu. Jauh sebelumnya, dialami para tersangka kasus G30S. Banyak dari mereka yang mendekam puluhan tahun di penjara tanpa peradilan. Mereka dihukum tanpa mengetahui dan menerima apa bentuk kesalahannya. Mereka korban dari asas ‘praduga harus dihukum’.

Yang begitu, terang-benderang melanggar HAM. Menariknya, HAM ini jugalah yang dijadikan sisi tilik A. Rahman untuk mendesak kapolres Lembata mengizinkan Erni Manuk hadir guna dilantik menjadi anggota dewan gelombang kedua. Relevankah itu? Dalam kasus Erni Manuk, justru tidak.

Benar, asas ‘praduga tak bersalah’ itu bagian dari HAM. Tapi HAM tidak menafikan hukum. Sebaliknya, hukum dibutuhkan untuk menjamin HAM. Dan karenanya, hukum tidak boleh menghanguskan HAM. Dengan menjadi tahanan polres, HAM seorang Erni Manuk tidak dihilangkan. Satu-satunya yang diambil daripadanya hanyalah hak atas kebebasan bergerak. Itu saja. Lainnya tidak.

Konkretnya: Erni berhak dilantik menjadi anggota dewan. Tapi, ia tidak berhak untuk bergerak ke tempat pelantikan, karena hak bergeraknya sudah diambil. Oleh karena itu, jangan persalahkan kapolres kalau belum bisa dilantik. Kapolres tidak melarang pelantikan. Ia tidak berhak. Haknya hanyalah melarang Erni meninggalkan tahanan, karena hak bergerak Erni memang sudah diambil. Hak itu baru akan dikembalikan saat masa penahanan berakhir. Maka, kalau mau dilantik, tunggu saja waktu itu toh?

“Bentara” FLORES POS, Kamis 29 Oktober 2009

Tidak ada komentar: