Tudingan Percaloan Proyek
Oleh Frans Anggal
Sejumlah kontraktor yang tidak puas dengan penetapan pemenang tender di Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (PPO) Kabupaten Ende mengamuk di gedung dewan, Rabu 10 November 2010. Pada saat itu salah seorang kontraktor menyebut nama seorang anggota dewan yang menurutnya ikut bermain dalam proses tender proyek (Flores Pos Kamis 11 November 2010).
Mengomentari kejadian ini, Om Toki pada “Senggol” Flores Pos Jumat 12 November 20010 menyeletuk: “Tidak kaget kita, sudah rahasia umum koq.” Dengan kata lain, calo proyek, atau lebih umum calo anggaran, tidak baru di DPRD. Modusnya macam-macam. Dari yang sehalus sutera sampai yang sekasar karung goni.
Pada percaloan anggaran, anggota dewan mengarahkan pimpinan SKPD agar menyetujui anggaran proyek tertentu dalam rapat panitia anggaran. Pantia ini terdiri dari beberapa anggota dewan. Mereka memainkan peran masing-masing. Ada yang ‘bertugas’ menekan pimpinan SKPD dari sisi hukum dll. Tujuannya agar mata anggaran atau proyek yang mereka incar disetujui.
Itu cara halus. Cara kasar: anggota dewan mendatangi langsung kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Sebab, SKPD inilah yang menggodok semua proyek pemerintah daerah. Lahirlah sindiran: anggota dewan lebih rajin datang ke Bappeda ketimbang pegawai Bappeda sendiri.
Modus percaloan tender proyek begitu juga. Anggota dewan mengarahkan dan kalau perlu memaksa pantia tender. Bisa secara empat mata, dari muka ke muka. Bisa juga hanya melalui SMS dan telepon. Itu dianggap bukan masalah. Karena sudah tahu sama tahu. Segala cara bolehlah, hanya agar rekanan tertentu dimenangkan.
Karena ini praktik umum---“Dari Sabang sampai Marauke berjajar calo-calo!”---maka insiden di gedung DPRD Ende tidak bikin kita kaget. Pernyataan Sekretaris Pusat Kajian dan Advokasi Masyarakat (Pusam ) Ende Oscar Vigator pun tepat. Dengan kejadian ini, katanya, sinyalemen selama ini bahwa anggota DPRD Ende makelar proyek atau main proyek mulai terungkap (Flores Pos Jumat 12 November 2010).
Pusam mendesak Badan Kehormatan (BK) DPRD Ende segera bertindak. Anggota BK DPRD Efraim Belarminus Ngaga tampak tanggap. “Nama (anggota dewan itu) sudah disebut dan diberitakan media massa. Kita tidak bisa tutup mata lagi. Kita harus ambil sikap tegas,” katanya. BK sudah gelar rapat. Langkah selanjutnya masih dikonsultasikan dengan pimpinan dewan.
Kita mau lihat, apakah BK DPRD Ende mau dan mampu. Tidak gampang. Efraim menyebut satu hambatan. Kode etik dan tata beracara DPRD Ende belum disahkan dalam rapat paripurna. Ini kelalaian pimpinan dewan. Sudah didesak tapi tidak tanggap.
Itu hambatan formalnya. Masih ada hambatan lainnya. Hambatan psikologis. Pertanyaan retorisnya: tegakah, dengan demikian juga mungkinkah, jeruk makan jeruk? BK DPRD itu terdiri dari anggota DPRD juga. Beban psikologis ‘mengadili’ sesama jeruk sulit dinafikan. Semakin sulit kalau mereka bukan hanya sama-sama jeruk tapi juga jeruk yang sama. Sama asam dan sama jeleknya.
Dengan ini, kita hendak nyatakan dua hal. Di satu sisi, kita berharap BK DPRD Ende bertindak. Di lain sisi, kita khawatir ia tersendat. Maka, ia perlu didukung dan diawasi. Jangan kalahkan hal moral oleh hal formal. Jangan kalahkan hal etis oleh hal psikologis. Halo, BK DPRD Ende?
“Bentara” FLORES POS, Sabtu 13 November 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar