Tudingan Percaloan Proyek
Oleh Frans Anggal
Berita Flores Pos tentang amuk kontraktor di gedung DPD Ende, Rabu 10 November 2010, dapat tanggapan luas. Via telepon, SMS, dan facebook. Begitu juga dengan ulasan “Bentara” Flores Pos tentang soal ini. DPRD Ende kini berada dalam tatapan nanar publik.
Diberitakan, sejumlah kontraktor mengamuk di gedung dewan. Mereka memprotes penetapan pemenang tender proyek Dinas PPO. Seorang kontraktor menyebut nama seorang anggota dewan. Menurutnya, ybs ikut bermain tender proyek (Flores Pos Kamis 11 November 2010).
Berikut ini komentar di facebook. @A: Anggota DPRD tak paham tentang DPR itu sendiri. @B: Sama-sama TEKAN lalu TEKEN. @C: DPRD sekadar menjadi pekerjaan, tempat cari nafkah, bukan sebagai panggilan. TEKAN lalu TEKEN, dengan TEKUN! @D: TEKAN lalu TEKEN, dilakukan dengan TEKUN dan ujung-ujungnya TAKEN. Kata taken (Inggris) berarti boyong.
@E: Beginilah jadinya, kalau nganggur di ruang paripurna DPRD, cari lapangan kerja baru yang namanya calo tender . @F: Bagi sebagian anggota dewan, lapangan kerja baru ini lapangan kerja utama. Pantauan Pusam Ende selama setahun, masih banyak anggota DPRD Ende 2009-2014 yang diam saat rapat. Dari 27 anggota, 6 tidak pernah bicara, 9 jarang bicara, 12 sering bicara. Di jajaran pimpinan dewan, ada yang belum pernah pimpin rapat. Habis, mereka bukan politisi. Mereka pengusaha yang berkantor di DPRD. Tidak heran, di forum dewan mereka diam, di forum panitia tender mereka cerewet. Inilah kecelakaan pemilu di Ende, juga di Flores umumnya, saya kira.
Berikit ini komentar via SMS, dari seseorang yang inisialkan diri “AP” (+6285253505624), menanggapi “Bentara“ Flores Pos Sabtu 13 November 2010 yang menyoroti Dewan Kehormatan (DK) DPRD Ende. “Selamat pagi Aji. Jangan hanya Badan Kehormatan saja. Angkat juga masalah Wakil Ketua DPRD Ende … (sebut nama) dapat 6 paket proyek di Dinas PPO dan … (nama anggota DPRD Ende) percaloan pengadaan tanah Pasar Ndori.”
Semoga ini tidak benar. Kalau benar, aduh DPRD Ende! Ini menunjukkan---seperti kata sang facebooker---DPRD tak paham tentang DPR itu sendiri. Dalam pandangan budaya Ende-Lio, DPRD itu ata laki tuke sani. Penopang hukum dan moralitas publik. Pengawas pemerintah dan kepemerintahan. DPRD bertupoksi agar semuanya mbana leka jala eo masa, leta leka wolo eo molo, we’e ngala gaga bo’o kewi ae. Agar semuanya berjalan di atas rel aturan, kebenaran, dan kebaikan, demi terciptanya kesejahteraan umum.
Sebagai ata laki tuke sani, DPRD tak boleh ngawur, apalagi mbou ramba, merampas makanan di kebun orang lain. Proyek itu kebunnya kontraktor. Bukan kebunnya DPRD. Tugas DPRD adalah pati ripi nidi hoba lombu, beri pengayoman, selain lakukan kontrol. Ma’e mbou ramba. Jangan merampas.
Dengan apa mbou ramba dapat dilukiskan? Orang Ende-Lio punya metafora yang tepat. Yaitu te’u meja, tikus pengerat bermoncong panjang berbau busuk.
Bukankah tikus metafora bagi koruptor? Bukankah banyak koruptor itu politikus? Maka, politikus (termasuk DPRD) dipelesetkan jadi “poli-tikus” (kata Yunani polys = banyak). Kawanan tikus, gerombolan tikus, komplotan tikus. Pasukan lapar te’u meja.
Pertanyaan kita: apakah DPRD Ende te’u meja? Dewan Kehormatan, silakan menjawab. Dewan Kehormatan, silakan bertindak.
“Bentara” FLORES POS, Senin 15 November 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar