02 November 2010

Bersikap dan Bertindaklah

DPRD Manggarai Timur Jangan Pasif

Oleh Frans Anggal

Menanggapi berita dan ulasan “Bentara” Flores Pos tentang kasus tertembaknya warga Desa Rana Mbeling, Manggarai Timur, dalam operasi penertiban perjudian oleh polisi, para facebooker berikan komentar. Ada yang pertanyakan kebenaran protap. Ada pula yang sarankan langkah mendesak dan strategis.

Gonza Jegaut dari Manggarai pertentangkan penjelasan resmi Kapolres Hambali dengan kenyataan bahwa korban tertembak di perut tembus punggung. Menurut kapolres, korban ditembak karena larikan diri saat hendak ditangkap. Polisi sudah dua kali keluarkan tembakan peringatan, tetapi korban tetap berusaha kabur. Korban terpaksa ditembak.

Kata Gonza? “Tembakannya mengenai perut tembus punggung … berarti ditembak dari arah depan …. Mungkin korban lari mundur atau atret? Atau lari ke arah polisi yang tidak kelihatan atau incognito?”

Pertanyaan Gonza memperlihatkan tidak masuk akalnya penjelasan kapolres, betapapun penjelasan itu resmi. Kalau benar korban larikan diri, logisnya belakang tubuhnyalah yang tertembak, dan semestinya kakinyalah yang jadi sasaran, karena penembakan hanyalah upaya pelumpuhan.

Penjelasan resmi yang tidak masuk akal dan pertanyaan falsifikatif publik terhadapnya membawa dua dampak. Di satu sisi, meruntuhkan kredibiltas pernyataan kapolres. Di lain sisi, meneguhkan kepercayaan publik terhadap penjelasan korban. Menurut korban, dia dan dua temannya sedang berjudi bola guling saat polisi datang. ”Seorang anggota polisi langsung merangkul leher saya dan menodongkan pistol ke perut. Pistol kemudian meledak.”

Ini lebih masuk akal, maka lebih terpercaya. Karena itu, facebooker lain memberi saran agar polisi si tukang tembak segera diproses secara hukum dan kode etik. Pascal Baut dari Jakarta seakan setengah berteriak: “Laporkan langsung ke Propam Mabes Polri, Bung!” Sarannya patut dipertimbangkan. Yang jadi pertanyaan: siapa yang melapor?

Manggarai Raya punya banyak elemen civil society. Tapi juga, khusus dalam kasus ini, Manggarai Timur punya wakil rakyat. Apa sikap dan tindakan DPRD ketika warga yang suaranya mereka ngemis saat kampanye pemilu, kini ditembak aparatur negara? Bertolak dari keyakinan bahwa tindakan itu cerminan rendahnya kualitas polisi, Romo Edigius Menori Pr dari Filipina mengharapkan sesuatu dari DPRD. “Semoga DPRD Manggarai Timur bisa menunjukkan bahwa mereka juga berkualitas.”

Harapan itu megandung dua hal. Minimal: DPRD mampu dan mau bersuara tegas dan jelas. Ideal: mereka mampu dan mau menginisiatifi investagasi. Duduk soal kasus ini harus klir dan transparan. Ini dasar penting bagi penegakan hukum dan pencapaian keadilan. Maka, segala upaya mengaburkan apalagi menguburkan fakta tidak boleh dibiarkan.

“Menggunakan kekerasan senjata untuk menangkap yang diduga melakukan kejahatan atau melanggar hukum bisa dinilai bodoh,” tulis Romo Edi. “Saya kira alasan-alasan seperti ini melatarbelakangi tuntutan publik (akan) perlunya reformasi internal kepolisian di Tanah Air.” Benar. Dibanding dengan TNI, Polri kalah capat mereformasi diri. Secara doktrinal sudah, secara aktual belum. Ortodoksinya bagus, ortopraksinya parah.

Warga perlu berpartisipasi mereformasi polisi. Kalau tidak secara doktrinal, ya secara aktual, bahkan bisa lebih khusus lagi secara kasual seperti pada kasus ini. Misi inilah yang mendorong kita mendesak DPRD Manggarai Timur tidak pasif. Bersikap dan bertindaklah!

“Bentara” FLORES POS, Rabu 3 November 2010

Tidak ada komentar: