36 Karyawan Undukan diri PT Arumbai
Oleh Frans Anggal
Sebanyak 36 karyawan PT Arumbai undurkan diri. Ini buntut dari demo yang mereka lakukan bersama warga adat Serise. Karyawan yang ikut aksi itu 13 orang. Mereka dipanggil menghadap. Mereka menolak, lalu mengambil sikap berhenti sebagai karyawan. Solider dengan sesama saudaranya, 23 karyawan lain turut undurkan diri (Flores Pos Seni 15 Oktober 2010).
Sebelumnya, masyarakat adat Serise, Kecamatan Lambaleeda, Kabupaten Matim, berdemo ke PT Arumbai, Kamis 4 November 2010. Mereka desak penambangan mangan dihentikan. Wilayah itu tanah mereka, yang tidak pernah mereka izinkan ditambang. “Selama ini pihak perusahaan beralasan, usaha itu bisa dilakukan karena telah dapat restu warga Satar Teu. Padahal, lokasi itu tanah lingko milik warga Serise,” kata Koordinator JPIC Keuskupan Ruteng, Romo Chrales Suwendi Pr (Flores Pos Jumat 5 November 2010).
Karena ikut demo, ke-13 karyawan dipanggil menghadap. Mengetahui hal ini, tua adat Serise, Siprianis Amon, gelar pertemuan dan hasilkan kesepakatan. (1) Semua warga adat Serise yang kerja di PT Arumbai undurkan diri dan stop selama-lamanya sebagai karyawan. (2) Karyawan yang dipanggil menghadap, tidak akan menghadap.
Keputusan ini radikal. Demikian penilaian staf JPIC OFM, Emil Sarwandi. Tuntutan mereka hanya satu: “Kembalikan ruang hidup kami”. Mereka tidak mau bernegosiasi dengan perusahaan, untuk naikkan upah dan tunjangan buruh misalnya. “Ada satu lompatan berpikir kolektif akan keberlangsungan hidup mereka sebagai masyarakat adat Serise,” kata Sarwandi.
Benarkah keputusan itu radikal? Ya, dalam pengertian sejati kata itu. Radikal dari kata radix (Latin) berarti akar. Menukik ke akar dan bertolak dari akar. Menukik ke kedalaman dan bertolak dari kedalaman. Bangunan yang fondasinya menghunjam kedalaman bumi tak mudah rubuh. Maka, radikal (harus) berarti tak tergoyahkan. Tak mudah diimingi. Tak mudah lacurkan prinsip.
Benarkah keputusan itu lompatan berpikir? Tidak. Sejatinya, tolak tambang sudah menjadi sikap masyarakat adat Serise sejak awal. Sejak lingko mereka diklaim pihak tak berhak dan ‘diserobot’ kuasa pertambangan. Maka, keputusan itu bukan lompatan berpikir. Itu konsitensi berpikir.
Konsistensi seperti ini---yang jarang ada pada pejabat ---justru dimiliki banyak masyarakat adat. Don K Marut, Direktur Eksekutif INFID, men-sharing-kan pengalamannya di grup facebook “Mari Bersama Tolak Tambang di Manggarai Raya”, Senin 15 November 2010.
“Dua minggu lalu saya di Pulau Haruku, Maluku. Tinggal bersama seorang kewang (ketua adat)---Eliza Kiisya, Ketua Kewang Haruku---yang pernah mendapat hadiah Kalpataru. Sekali dia diundang TVOne dalam acara lingkungan bersama KLH. Dia seharusnya tampil bersama Luna Maya (sebelum terjadi kasus). Luna Maya sudah live di depan kamera, Pak Eli (ketua adat ini) lihat di daftar sponsor acara ada Newmont Minahasa dan ANTAM. Dia batal untuk tampil live di TVOne. Dia bilang, ini perusahaan-perusahaan yang merusak lingkungan dan sengsarakan beta pung saudara di Sulut dan NTB, dan bikin sengsara kami di Pulau Haruku. Saya tidak berkenan tampil dengan sponsor perusahaan-perusahaan ini. Dia pun pulang dan tolak uang dari panitia acara.
“Saya terenyuh sekali,” tulis Don. “Sudah 33 tahun dia berjuang tolak tambang di desanya, dan tambang itu belum berhasil masuk.” Ini contoh keputusan radikal dan konsistensi berpikir. Masyarakat adat Serise juga begitu. Luar biasa!
“Bentara” FLORES POS, Selasa 16 November 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar