Dugaan Korupsi Dana Bansos 2009
Oleh Frans Anggal
Tim Kejari Maumere sedang lakukan uji petik dugaan korupsi bantuan dana sosial (bansos) Rp10,7 miliar tahun 2009 yang dikelola Bagian Kesra Setda Sikka. Tim lakukan kroscek antara dokumen adminstratif dan penerima bantuan di lapangan. “Tim jaksa akan mendatangi beberapa penerima bantuan,” kata Kajari San Adji (Flores Pos Rabu 16 Maret 2011).
Sebelumnya, BPK Perwakilan NTT ungkapkan dugaan korupsi dana bansos. Meliputi, bantuan emergensi bencana gunung api Egon Rp656 juta lebih. Bantuan emergensi kebakaran rumah tinggal Rp6 miliar lebih. Bantuan emergensi bencana angin topan Rp681 juta lebih. Bantuan emergensi bencana banjir, abrasi, dan tanah longsor Rp828 juta lebih.
Tidak hanya itu. Belanja tak terduga tahun anggaran 2009 Rp1 miliar lebih. Utang dalam bentuk barang pada salah satu mantan anggota DPRD Rp585 juta lebih. Utang dalam bentuk uang tunai pada salah satu mantan anggota DPRD Rp3,9 miliar. Serta beberapa pos pengeluaran lainnya.
Dari semua butir tersebut, yang paling jelas janggalnya adalah utang pada dua mantan anggota DPRD. Totalnya mencapai Rp4,485 miliar. Itu berarti, hampir setengah dari dana bansos 2009 “dihabiskan” hanya oleh dua mantan wakil rakyat. Dana bansos yang peruntukannya sebesar-besarnya bagi kepentingan umum, ternyata disalurkan sebesar-besarnya hanya untuk dua orang.
Kasus ini memperlihatkan secara kasat mata pula bahwa dana publik seenaknya ditransaksikan. Ditransaksikan secara personal. Atas dasar oportunisme individual. Dan, ditransaksikan dalam bentuknya yang paling kasar: utang-piutang di tempat. Tidak tampak sedikit pun upaya "sofistikasi", sekadar memperlihatkan sifat "elitis" dari transaksi personal oportunistis individual ini.
Dengan praktik janggal seperti ini, kita jadi bingung. Maka, kita perlu bertanya, sebagai salah satu bentuk gugatan. Bagian Kesra Setda Sikka itu sebenarnya apa? Apakah ini semacam koperasi simpan pinjam para elite kabupaten? Ataukah ini sejenis bank perkreditan para pejabat daerah?
Bansos itu apa pula? Apakah ini akronim dari bantuan sosial? Ataukah akronim dari bantuan syok-sial? Bantuan bagi orang yang berlagak sial, berpura-pura sial? Nah, sial apa gerangan yang menimpa dua mantan anggota DPRD Sikka, sehingga keduanya boleh “mengabiskan” hampir setengah dari dana bansos 2009? Apakah benar mereka sial? Lebih sial daripada sebagian rakyat Sikka yang hampir tiap tahun makan umbi hutan karena ketiadaan pangan?
Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan gugatan etis. Sengaja dilontarkan, agar dugaan korupsi dana bansos tidak mengerdil-memicik hanya sebagai persoalan hukum. Ini persoalan moral juga. Dan, sesungguhnya, defisit moral itulah yang menjadi akar dari segala tindak pidana korupsi.
Kesadaran ini kiranya menjadi amunisi bagi Kejari Maumere untuk lebih progresif dan bila perlu lebih agresif mengusut gegas-tuntas dugaan korupsi dana bansos. Hingga kini kejari belum masuk ke tahap penyidikan. Masih berkutat pada pulbaket: pengumpulan bahan dan keterangan. Salah satunya, uji petik.
Uji petik ke bawah, ke penerima dana, pasti mudah. Uji petik ke atas, ke pemberi dana, pasti sulit. Ada kesan, akses ke dokumen administratif dihalang-halangi. Ada resistensi. Semakin kuatlah dugaan, ada yang tidak beres. Kita mendesak kejari segera terapkan upaya paksa. Jangan tunggu dikasih, Pak!
“Bentara” FLORES POS, Kamis 17 Maret 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar