Mata Air di Ruteng Tercemar E.coli
Oleh Frans Anggal
Mata air Wae Rowang, pemasok utama air bersih bagi warga Ruteng ibu kota Kabupaten Manggarai, tercemar bakteri E.coli. “Itu hasil pemeriksaan kualitas air beberapa waktu lalu. Tapi, keadaannya belum mengkhawatirkan. Bakterinya masih jauh di bawah ambang batas,” kata Direktur PDAM Manggarai Ambros Dandut (Flores Pos Selasa 22 Maret 2011).
E.coli (Eschericia coli) bakteri yang ditemukan Theodor Escherich pada 1885. Berbentuk batang, panjang sekitar 2 micrometer, diamater 0.5 micrometer. Volume sel E.coli 0.6-0.7 micrometer kubik. Umumnya hidup pada 20-40 derajat C, optimum pada 37 derajat.
Tidak semua E.coli itu berbahaya. Usus besar manusia mengandung sejumlah E.coli yang justru berguna: membusukkan sisa-sisa makanan, memproduksi vitamin K2, dan mencegah bakteri lain. Bahkan, E.coli salah satu tulang punggung bioteknologi. Hampir semua rekayasa genetika melibatkan E.coli karena genetikanya sederhana.
Yang berbahaya adalah E.coli tipe O157:H7. Dapat mengakibatkan keracunan serius pada manusia. Tipe inilah yang ditemukan di mata air Wea Rowang. Kadarnya jauh di bawah ambang batas. Namun, harus diwaspadai. Sebab, Wae Rowang berada dalam kondisi yang memungkinan E.coli meningkat.
Puluhan tahun silam, daerah sekitar mata air ini adalah hutan. Debet airnya besar, 63 liter per detik. Kini hutannya tinggal kenangan. Daerah sekitar mata air telah berubah jadi pemukiman dan kebun. Debet air pun menurun drastis. Kini tinggal 27 liter per detik. Mutu airnya pun merosot. Tercemar E.coli. Dulu, airnya bisa langsung diminum. Sekarang, tidak lagi.
Ini masalah serius. E.coli itu ditemukan di mata air! Dan mata air ini merupakan pamasok utama air bersih bagi warga Ruteng. Karena sumbernya tercemar, pencemaran menyebar secara “adil dan merata” ke setiap rumah. Mengimbau warga mamasak air sebelum dikonsumsi sangatlah tepat. Namun, tidaklah cukup kalau sumbernya tetap tercemar.
Kini diperlukan tindakan segera. Kita namakan saja Pemata Wae Rowang (Perawatan Mata Air Wae Rowang). Hutankan kembali daerah itu. Penanaman pohon merupakan keharusan. Selain berguna sebagai paru-paru kota yang menyerap karbon dioksida, pepohonan meningkatkan sumber daya air. Setiap pohon yang ditanam, selama daur hidupnya, menghasilkan 250 galon air.
Jumlah air di planet Bumi sangat terbatas. Maude Barlow dan Tony Clarke (Blue Gold, 2005) menyebutkan sekitar 1,4 miliar kilometer kubik. Air tawar hanya 2,6 persen atau 36 juta kilometer kubik. Tak banyak volume air tawar yang dapat dinikmati manusia dari siklus air yang berlangsung cepat. Yaitu, hanya sekitar 0,77 persen dari total air tawar yang ada di alam, atau hanya 11 juta kilometer kubik. Tidak mengherankan, krisis air terjadi di mana-mana.
Sungguh sial kalau, sudah krisis, tercemar pula airnya. Kondisi ini menuntut dua langkah sekaligus. Konservasi dan sanitasi. Dalam kasus di atas, tidak cukup menghutankan daerah mata air Wea Rowang. Sumber air Wae Rowang sendiri harus disehatkan. Kalau mungkin, daerah mata airnya diperluas. Sejauh warga pemilik tanah sekitar daerah itu rela, Pemkab Manggarai perlu menyiapkan dana pembebasan lahan. Ganti rugi yang wajar.
Kita berharap, kasus E.coli di Wae Rowang menjadi titik star sebuah gerakan dan program yang nyata, segera, dan sukses. Yakni, Perawatan Mata Air Wae Rowang. Permata Wae Rowang!
“Bentara” FLORES POS, Rabu 23 Maret 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar