Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik
Oleh Frans Anggal
Siflan Angi, anggota DPRD Kabupaten Sikka, menemui Kapolres Ghiri Prawijaya, Jumat 25 Maret 2011. Ia ke mapolres untuk beberkan masalah antara dirinya dan Ketua DPRD Rafel Raga dkk, yang berbuntut dilaporkannya ia ke polisi, dengan dugaan pecemaran nama baik dan perbuatan tak menyenangkan (Flores Pos Sabtu 26 Maret 2011).
Siflan Angi dilaporkan setelah somasi dari Rafel Raga dkk ia tolak. Ia disomasi agar meminta maaf lewat media massa atas pernyataan persnya yang menyebutkan perjalanan dinas Rafel Raga dkk ke MA di Jakarta sebagai bentuk korupsi, karena peruntukan dananya tidak jelas, tidak efektif, dan tidak efisien.
Rafel Raga dkk ke MA untuk konsultasikan status hukum Wakil Ketua DPRD Alexander Longginus. Konsultasi itu dilakukan dalam rangka pemberhentian sementara Alex Langginus dari keanggotaan dewan. Mereka habiskan Rp70 juta.
Perlukah Rafel Raga dkk ke MA? Tidak perlu, kalau tujuannya hanya untuk itu. Hanya untuk mencari tahu apa putusan MA. Mencari tahu tidak harus dengan mendatangi. Banyak cara lain yang jauh lebih mudah, lebih murah, dan lebih cepat. Bisa lewat surat, email, atau situs web. Bisa pula lewat kejari dan pengadilan negeri setempat. Pada titik ini, penilaian Siflan Angi tepat. Ke MA tidak efektif dan tidak efisien. Maka, pemanfaatan dananya pun tidak efektif dan tidak efisien.
Banmus DPRD sendiri merekomendasikan konsultasi ke kejari dan pengadilan negeri setempat, bukan ke MA. Dan itu sudah dilakukan. Maka, ke MA tidak perlu lagi. Pada titik ini pula, penilaian Siflan Angi tepat. Ke MA tidak jelas. Maka, peruntukan dananya pun tidak jelas.
Peruntukan dana yang tidak jelas, tidak efektif, dan tidak efisien, tentu patut dapat diduga sebagai bentuk tindakan korupsi. Dalam kasus keberangkatan Rafael Raga dkk ke MA, dana publik dihabiskan untuk sesuatu yang tidak perlu dan tidak direkomendasikan. Akal sehat publik tidak bakal membenarkan modus penghabisan dana seperti ini.
Karena itu, di mata publik, pernyataan pers Siflan Angi sangat tepat. Setelah di forum DPRD kritik dan sarannya membatalkan rencana ke MA tidak dihirukan, apakah dia harus bungkam? Yang berarti, mendiamkan pemanfaatan dana publik yang tidak rasional? Dengan bahasa halusnya, diselesaikan saja secara internal kedewanan? Yang berarti, ramai-ramai tutup mulut setelah ramai-ramai kenyang?
Boleh jadi ada tendensi seperti itu pada kebanyakan anggota DPRD Sikka. Tendensi yang umumnya melanda banyak anggota dewan di tempat lain. Ini tidak tampak pada diri seorang Siflan Angi. "Jangankan uang puluhan juta, satu sen pun saya harus omong," katanya di hadapan kapolres.
Sikap itu kita benarkan. Pernyataan persnya kita dukung. Ini menyangkut kepentingan umum (public concern). Uang yang digunakan ke Jakarta bukanlah uang nenek moyangnya DPRD. Itu uang rakyat. Rakyat berhak untuk tahu. Penggunaannya benar atau tidak. Efekif dan efisien atau tidak.
Dalam konteks itu, pernyataan pers Siflan Angi merupakan pemenuhan hak publik untuk tahu (right to know). Ini salah satu perwujudan tanggung jawab (responsibility) dan tanggung gugat (accountability) seorang wakil rakyat.
Maka, menjadi pertanyaan: yang mencemarkan nama baik (DPRD) itu siapa? Yang melakukan perbuatan tak menyenangkan (rakyat) itu siapa?
“Bentara” FLORES POS, Senin 28 Maret 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar