Dana Publik untuk Saling Menjegal
Oleh Frans Anggal
DPRD Sikka dalam sorotan. Mereka jadi buah bibir, karena baku sikut dan baku sikat. E. P. da Gomez menamakannya "kegaduhan politik". Ia melihat, DPRD Sikka saat ini kehilangan leadership atau kepemimpinan ("Opini" Flores Pos Kamis 24 Maret 2011).
Kegaduhan politik itu berawal dari upaya Ketua DPRD Rafael Raga dkk untuk menghentikan sementara Wakil Ketua DPRD Alexander Longginus dari keanggota dewan. Dasarnya, Alex Longginus berstatus terdawa dalam kasus dana purnabakti DPRD Sikka 1999-2004, periode ketika yang besangkutan menjabat bupati Sikka.
Dalam kasus ini, Longginus telah divonis bebas oleh MA pada 26 Januari 2011. Entah mengetahui atau tidak adanya putusan tersebut, Ketua DPRD Rafael Raga dkk berangkat ke Jakarta, untuk berkonsultasi dengan MA. Biaya perjalanan dinasnya Rp70 juta. Siflan Angi, sesama anggota dewan, melontarkan kritik lewat pers. Perjalanan dinas itu dinilianya sebagai bentuk korupsi. Sebab, peruntukan dananya tidak jelas, tidak efektif, dan tidak efisien.
Rafael Raga dkk mensomasi Siflan Angi agar meminta maaf melalui media massa dalam tempo 3 x 24 jam. Siflan Angi menolak. Maka, Rafael Raga dkk melaporkan Siflan dengan dugaan pencemaran nama baik dan perbuatan tak menyenangkan. Selasa 22 Maret 2011, para pelapor mulai dimintai keterangan oleh polisi (Flores Pos Rabu 23 Maret 2011).
"Mengapa harus lapor ke polisi, jaksa, pengadilan? Mengapa masyarakat Sikka boleh melihat semuanya dengan mata telanjang?" Dalam opininya, E. P. da Gomez menyesalkan kasus ini tidak diselesaikan secara internal. Inilah yang membawa dia pada simpulan, "DPRD Kabupaten Sikka kini telah kehilangan atau ketiadaan leadership."
Simpulan yang tepat. Namun belum lengkap. Tidak hanya kehilangan atau ketiadaan leadership, DPRD Sikka juga mengalami defisit etika. Bagaimana dana publik dimanfaatkan untuk memperlancar upaya jegal-menjegal sesama anggota dewan, demi kalkulasi politik yang tidak ada kaitan langsung, bahkan tidak ada manfaatnya bagi kepentingan umum.
Dengan perspektif ini, kritik Siflan Angi sangat tepat. Pemanfaatan dana publik untuk urusan tidak jelas, tidak efektif, dan tidak efisien patut dapat diduga sebagai bentuk tindak korupsi. Untuk apa Rafael Raga dkk menemui MA? Untuk konsultasikan status hukum Alex Longginus yang sudah diputus bebas murni oleh MA sejak 26 Januari 2011?
Terkesan kuat, Alex Longginus dibenci dan karena itu perlu disingkirkan. Kenapa? Rafael Raga adalah Ketua DPC Partai Golkar. Alex Longginus adalah Ketua DPC PDI-Perjuangan. Posisi politik di partai dan di dewan ini merupakan jalan emas menuju pemilukada mendatang dan/atau pembentukan pemkot. Rivalitas penuh kebencian. Siasat dan upayanya penyingkiran. Dana publik dikorbankan.
Kalau direduksi sederhana, konflik di DPRD Sikka saat ini adalah konflik antara dua orang besar, dari dua partai besar. Ini semacam oligarki kekuasaan di DPRD. Melibatkan dua-tiga tokoh kunci yang saling mengintai. Politik DPRD Sikka saat ini adalah kegiatan personal dari segelintir elite yang terjebak dalam skenario saling mengunci.
Untuk urusan seperti inikah dana publik dihabiskan? Secara hukum, mudah disiasati. Sehingga, dapat dibenarkan, asalkan nomenklaturnya ada. Namun secara etis, jelas tidak. Ini kejahatan. Lebih daripada sekadar persolan leadership, ini adalah pasar gelap politik. Dealership di DPRD.
“Bentara” FLORES POS, Jumat 25 Maret 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar