Perambahan Hutan Lindung Nggalak Rego
Oleh Frans Anggal
JPIC Keuskupan Ruteng, JPIC SVD Ruteng, JPIC OFM Indonesia untuk Flores, bersama seluruh jaringan advokasi tambang dan masyarakat lingkar tambang tetap mendukung langkah Polres Manggarai mengusut tuntas tindak pidana kehutanan akibat aktivitas pertambangan PT Sumber Jaya Asia (SJA) dalam kawasan hutan lindung Nggalak Rego RTK 103 Soga Torong Besi di Kecamatan Reok.
Penegasan itu disampaikan Pater Simon Suba Tukan SVD dan Pater Mateus Batubara OFM. Keduanya masing-masing sebagai Koordinator JPIC SVD Ruteng dan Koordinator JPIC OFM Indonesia untuk Flores (Flores Pos Selasa 8 Maret 2011).
Dasar sikap mereka: hutan Nggalak Rego tempat SJA menambang mangan adalah hutan lindung. Statusnya tetap sebagai hutan lindung. Tidak ada perubahan apa pun terhadap sastus itu. Dengan demikian, penyidikan terhadap pihak SJA, yang sudah ditersangkakan karena merambah hutan lindung, harus tetap dilanjutkan hingga tuntas.
Ini merupakan counter-statement JPIC atas surat Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan RI, yang menyatakan Nggalak Rego dalam kuasa pertambangan SJA bukan hutan lindung, tetapi hutan produksi terbatas. Surat 16 September 2010 itu merupakan jawaban atas surat direktur PT SJA 17 Mei 2011 yang meminta penjelasan tentang status hutan Nggalak Rego.
Perlu dicamkan, surat ditjen itu adalah dan hanyalah "jawaban" atas surat SJA. Adalah dan hanyalah "penjelasan" atas permintaan SJA. Surat itu bukan "surat keputusan" atau SK. Karenanya, surat itu tidak bisa membatalkan SK. SK hanya bisa dibatalkan oleh SK atau produk hukum yang lebih tinggi. Tidak oleh sebuah surat jawaban atau surat penjelasan. SK tidak bisa dinulir oleh sebuah produk korespondensi antar-pihak.
SK tentang dan/atau berkenaan dengan status hutan Nggalak Rego adalah SK Menhut. SK Menhut RI No 50/1999 nyatakan Nggalak Rego itu hutan lindung. SK Menhut RI No 32/2001 juga nyatakan Nggalak Rego hutan lindung. Bahkan Peraturan Menhut RI No 423/2009 tegaskan pula Nggalak Rego hutan lindung.
Masa iya, SK dan peraturan menhut bisa dibatalkan oleh sepotong surat dirjen yang notabene adalah bawahan menhut. Dari hierarki perundang-undangan, itu tidak mungkin. SK hanya bisa dibatalkan oleh SK. Permen hanya bisa dibatalkan oleh permen. Atau, oleh produk perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dari sisi struktural organisatoris, itu juga tidak mungkin. Keputusan dan peraturan menteri hanya bisa dibatalkan oleh menteri itu sendiri, atau oleh atasan langsungnya (presiden), atau oleh lembaga pengadilan melalui putusan berkekuatan hukum tetap. Dibatalkan oleh dirjen? Melalui sepotong surat penjelasan? Ah, mungkin hanya terjadi di Manggarai.
Justru pada titik inilah kita tercengang-cengang. Pemkab Manggarai terkesan seolah-olah menganggap surat ditjen itu mahakuasa sehingga langsung saja mengangguk setuju dan bahkan mempersalahkan diri sendiri. "Selama ini kita semua salah kaprah, terkecoh," kata Wabup Kamelus Deno (Flores Pos Selasa 1 Maret 2011). Oleee, yang benar saja taaa!
Kita berharap kapolres tidak seperti itu-lah. Tetaplah berpedoman pada produk hukum yang sah dan kuat: SK menhut, permenhut, dan UU. Bukan memedomani produk korespondensi ditjen-SJA. Hutan Nggalak Rego itu hutan lindung dan masih sebagai hutan lindung. Maka, lanjutkan usut tuntas SJA!
“Bentara” FLORES POS, Rabu 9 Maret 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar