Mundurnya Ketua KPUD Lembata
Oleh Frans Anggal
Ketua DPRD Kabupaten Lembata, Wilhelmus Panda Mana Apa (Mus Panda), mengundurkan diri. Surat pengunduran telah disampaikan ke KPUD Provinsi NTT di Kupang, Sabtu 26 Maret 2011. “Keputusan terakhir nanti ada di tangan KPUD provinsi, apakah mereka setuju atau tidak,” kata anggota KPUD Yusuf Dolu (Flores Pos Senin 28 Maret 2011)
Mengapa mundur? Dalam pemberitaan, ini belum terjawab. Sebab, Mus Panda memilih diam. Ia belum bersedia dihubungi wartawan, baik untuk sekadar memberikan konfirmasi maupun untuk membeberkan alasan pengunduran dirinya. Meski demikian, orang bisa meraba-raba, berdasarakan kejadian pada tahapan pemilukada Lembata.
KPUD Lembata itu sasaran demo. Aksi demo bertubi-tubi dan silih berganti. Dilakukan pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati yang gugur sebagai peserta pemilukada 2011. Mereka didukung tim sukses dan massa simpatisan.
Hampir pada semua aksi ke KPUD, kritik, kecaman,makian, dan ancaman tidak hanya ditujukan kepada institusi itu, tapi juga dialamatkan pada perseorangan yang duduk di dalamnya. Yang paling banyak dikritik, dikecam, dicaci maki, dan diancam adalah ketuanya, Mus Panda.
Bagaimana besarnya kebencian, demo Generasi Peduli Kasih (GPK), Kamis 17 Maret 2011, memberikan gambaran. Para pendemo menggugat hasil pemeriksaan kesehatan bakal calon bupati Lukas Witak Lipataman oleh tim dokter RSUD Prof. Dr. W. Z. Johan¬nis Kupang. Lukas divonis tidak mampu jalankan tugas sebagai kepala daerah. Pendemo menilai vonis ini hasil konspirasi KPUD dengan RSUD.
Siapakah orang KPUD yang dituduhkan melakukan konspirasi? Dalam benak para pendemo, tidak lain tidak bukan, itu adalah Mus Panda, sang ketua. Maka, selain menuntut KPUD Lembata hentikan semua tahap dan proses pemilukada, mereka mencaci maki Mus Panda habis-haisan. Sampai memukul meja segala. Bahkan ada yang nyatakan rela masuk penjara asalkan nyawa ketua KPUD ini hilang.
Itu yang sempat dilansir media. Belum lagi kejadian lain yang tak sempat terliput. Di kantor KPUD, saat demo yang begitu terbuka di ruang publik, nyawa Mus Panda terang-terangan dincam untuk dihilangkan. Bagaimana pula di rumah, di ruang privat, yang cenderung luput dari pantauan umum? Teror bisa datang kapan saja, di mana saja, dan dalam bentuk apa saja.
Bagi Musa Panda, gejolak pemilukada Lembata saat ini menghadirkan dua fakta. Pertama, fakta objektif: ia dikecam, dicaci maki, diancam dibunuh. Kedua, fakta subjekif: ia merasa tidak aman dan tidak nyaman. Dalam rapat pleno terbuka penarikan undian nomor urut pasangan calon bupati dan wakil bupati, ia mengatakan “mengalami degradasi” karena tekanan politik. Namun ia berusaha untuk bangkit.
Sekarang situasinya tentu semakin buruk. Tekanan politik semakin besar. Yang akhirnya membuat daya tahan seorang Mus Panda jebol. Tekadnya untuk bangkit, setelah “mengalami degradasi”, tidak terlaksana. Ia akhirnya memilih mengundurkan diri. Mungkin dengan itu, ia merasa lebih aman dan nyaman.
Dalam catatan Flores Pos, pengunduran diri Ketua KPUD Mus Panda merupakan peristiwa kedua, setelah demo anarkis GPK, yang “menyempurnakan” kandasnya pemilukada Lembata sebagai pemilukada teladan. Tekad pemilukada teladan hanya mimpi. Lupakanlah. Pemilkada sukses, itu sudah cukup.
“Bentara” FLORES POS, Selasa 29 Maret 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar