Dugaan Tindak Pidana Pemilu KPUD Flotim
Oleh Frans Anggal
Forum Penegak Demokrasi Indonesia Flores Timur (FPDI-Flotim) demo ke Sekretariat KPUD Flotim, Selasa 5 Mei 2009. Mereka menunut proses hukum pelanggaran pemilu. Pelaku pelanggaran itu bukan siapa-siapa, KPUD juga. KPUD dinilai telah melakukan tindak pidana pemalsuan, penggelembungan, dan penghilangan secara sengaja jumlah suara PPRN di Dapil Flotim 1 sebanyak 170 suara. KPUD memberikannya ke caleg nomor 1 PPRN Fransiskus Juan Hadjon sehingga perolehannya menggelembung dari 325 menjadi 506 suara, melampaui perolehan Hendrikus Belang Koten yang meraih suara terbanyak, 439. Atas desakan Panwaslu Flotim, KPUD NTT melakukan penelusuran data yang telah disahkan KPUD Flotim. Benar, ada temuan. Data diperbaiki. Hendrikus Belang Koten pun ditetapkan jadi anggota DPRD Flotim.
Selesai? Belum, kata FPDI-Flotim. Perbaikan data setelah penelusuran oleh KPUD NTT itu tidak menghilangkan perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan KPUD Flotim. Benar sekali. Jangan gampang tertular ‘penyakit keturunan’ Indonesia yang gemar diidap para jaksa.
Masih ingat kasus Jamsostek? Kasus ini dihentikan penyidikannya karena, menurut jaksa, tidak terbukti merugikan negara. Sebab, dana Rp7,1 miliar yang dikeluarkan di masa Menaker Abdul Latief sebagai biaya membahas undang-undang ketenagakerjaan oleh DPR itu sudah dikembalikan ke kas Jamsostek.
Ini gila. Logika elementer hukum pidana diinjak habis. Sejumlah uang diambil, dipakai oleh seorang pejabat, dikembalikan, lalu habis perkara. Padahal, perbuatan pidana itu tidak hapus hanya karena akibat-akibatnya telah dipulihkan.
Begitu juga dalam kasus KPUD Flotim. Akibat yang ditimbulkan memang sudah dipulihkan. Data sudah diperbaiki. Suara ‘hilang’ sudah dikembalikan. Hendrikus Belang Koten sudah ditetapkan menjadi anggota DPRD Flotim. Meski begitu, perbuatan KPUD Flotim tidak otomatis hapus. Juga tidak hapus hanya karena Ketua Abdul Kadir H Yahya membantahnya sebagai kesengajaan.
Yang menarik, untuk buktikan kejujuran, FPDI-Flotim memaksa KPUD melakukan sumpah adat Lamaholot, bao lolong. Selesai? Entahlah.
Yang jelas, pernyataan FPDI-Flotim dalam demonya sarat dengan delik hukum. Kutip-kutip pasal segala. Lucu, kalau ujungnya hanya sampai di sumpah adat. Semestinya ada tindak lanjut. Proses hukumkan KPUD!
Kenapa tidak demo ke panwaslu? Desak panwaslu lapor ke polisi. Kalau panwaslunya nga-ngi-ngu, forum harus bisa maju sendiri. Dan, Hendrikus Belang Koten mesti tunjuk muka. Jangan ‘sembunyi’ di belakang punggung forum. Dialah yang semestinya menjadi yang terdepan. Sebab, dialah pihak, sekaligus wakil pihak (konstituen) yang merasa telah dirugikan.
“Bentara” FLORES POS, Rabu 27 Mei 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar