Korupsi Dana Kesehatan DPRD Manggarai 2007
Oleh Frans Anggal
Namanya, dana kesehatan DPRD Manggarai, tahun 2007. Ujungnya, bukan bikin sehat, tapi bikin sakit. Sakit korupsi. Pesakitannya, Ketua DPRD John Ongge dan Kepala AJB Bumiputera Perwakilan Kupang Abdul Jafar. Mereka yang tanda tangan kontrak (MoU) memperuntukkan dana itu bagi kesehatan 40 anggota dewan. Para anggota dewan luput. Yang kena, yang tanda tangan kontrak, Ongge dan Jafar. Kontrak merugikan keuangan negara Rp380 juta. Maka, oleh jaksa, keduanya dituntut 4 tahun penjara. Namun oleh hakim, nasib keduanya dibikin beda. Ongge 2 tahun, Jafar 4 tahun.
Meski vonisnya lebih ringan 2 tahun, Ongge naik banding. Di mata jaksa sebaliknya, 2 tahun itu terlalu ringan. Maka jaksa juga naik banding. Kisah pun masih panjang. Ujungnya, nanti lihat. Yang jelas, putusan akhir tetap berada di tangan hakim, apakah di pengadilan tinggi ataukah di mahkamah agung.
Bedanya vonis untuk Ongge dan Jafar bikin masyarakat bertanya-tanya. Ini ada apa? Selaku mitra yang bertransaksi, Ongge dan Jafar itu setara. Sama-sama memiliki dan menggunakan kewenangan membuat kontrak. Sama-sama membubuhkan tanda tangan di atas kontrak. Sama-sama juga dituntut 4 tahun penjara oleh jaksa. Lalu, kenapa vonisnya bisa beda?
Dipandang dari pemanfaatan keuangan negara, tanggung jawab Ongge lebih besar ketimbang tanggung jawab Jafar. Yang secara langsung menggunakan uang negara adalah Ongge, bukan Jafar. Selaku pihak asuransi dalam transaksi ini, Jafar menerima uang itu sebagai uang nasabah. Meski bersumber dari kas negara, uang itu tidak dipandang sebagai uang negara, tapi uang nasabah. Jafar tidak berhubungan langsung dengan keuangan negara. Yang berhubungan langsung adalah Ongge. Bahwa kemudian kontrak dan transaksi antar-keduanya merugikan keuangan negara, keduanya sama-sama bertanggung jawab, namun beban tanggung jawabnya berbeda. Ongge selaku pihak yang secara langsung mengggunakan keuangan negara lebih besar tangggung jawabnya. Maka, menjadi pertanyaan: mengapa hukuman bagi yang lebih besar tangggung jawabnya ini justru lebih ringan?
Hakim pasti mempunyai banyak pertimbangan. Pertimbangan objektif dan pertimbangan subjektif. Pertimbangan objektif berkenaan dengan hukum dan perundang-undangan: sah atau tidaknya dakwaan jaksa. Sedangkan pertimbangan subjektif berkenan dengan hati nuraninya sendiri: meyakinkan atau tidaknya dakwaan itu. Karena itu, dalam amar putusan sebelum menjatuhkan vonis, hakim selalu berucap dengan formula ini: “Terbukti secara sah dan meyakinkan”.
Pertanyaan kita: apa dasar keabsahan putusan dan dasar keyakinan hakim sampai vonisnya bisa jungkir balik seperti ini? Konkretnya: kenapa Ongge-nya cuma 2 tahun, sedangkan Jafar-nya tetap 4 tahun? Ini ada apa?
“Bentara” FLORES POS, Kamis 14 Mei 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar